Menurut saya, dan menurut sebagian besar
masyarakat dunia pasti setuju bahwa kepercayaan adalah harta yang paling
berharga selain Kesehatan. Harta yang harus dijaga sedemikian rupa karena
menyangkut Harga Diri setiap manusia. Memang banyak orang yang
menyepelekan sebuah kepercayaan, mereka kemudian menyesal dikemudian hari,
pastinya penyesalan itu selalu datang terlambat dan tidak lagi berguna karena
sudah terlanjur dikecewakan. Kepercayaan itu ibarat gelas kaca, jika gelas itu
pecah, kemudian direkat dengan lem pastinya rekatan itu tidak akan lagi
terlihat indah, karena pasti ada bekas rekatan yang tidak akan hilang.
Kepercayaan
adalah kemauan seseorang untuk bertumpu pada orang lain dimana kita memiliki
keyakinan padanya. Kepercayaan merupakan kondisi mental yang didasarkan oleh
situasi seseorang dan konteks sosialnya. Ketika seseorang mengambil suatu
keputusan, ia akan lebih memilih keputusan berdasarkan pilihan dari orang-
orang yang lebih dapat ia percaya dari pada yang kurang dipercayai (Moorman,
1993).
Apapun hubungan interaksi antara dua atau lebih manusia,
hampir sebagian besar manusia menginginkan adanya sebuah “kepercayaan” karena
berkat sebuah kepercayaan lah akhirnya semua hal lain dapat dilanjutkan, baik
persahabatan, cinta, relasi kerja, kerjasama, maupun yang lainnya. Kepercayaan itu
sensitif, dia akan terus diberikan sampai suatu hari penghianatan yang akan
mengakhiri semuanya. Sering kali manusia menyalahgunakan sebuah kepercayaan
yang diberikan orang lain terhadapnya, kadang kadang kepercayaan dijadikan
sebagai alat yang kemudian dimanfaatkan untuk kepentingannya, Itulah manusia,
tak bisa dipercaya. Kita bisa saja memaafkan kesalahan
seseorang, namun melupakannya mustahil.
Simak saja kisah Wahsyi, sang ahli
tombak ulung kota Mekkah yang begitu tenar namanya. Di saat Rasulullah dengan
pasukan berimannya menaklukan Mekkah, dia berlari, pergi menyelinap
meninggalkan Mekkah, berlindung di benteng megah dataran tinggi Thaif yang
kokoh. Untuk beberapa saat dia aman di benteng itu. Sampai para petinggi Thaif
tahu, menembus benteng Thaif hanyalah soal waktu. Pasukan Jazirah Arab sudah
bersatu di dalam komando sang nabi, dan mengepung benteng kokoh itu. Perlahan
tapi pasti, petinggi Thaif sadar, sudah saatnya untuk mengakui kekalahan mereka
kepada sang kekasih Allah. Dalam kegamangan itulah Wahsyi sadar, bahwa meminta
pengampunan Muhammad Al-Amin adalah satu-satunya cara agar dia bisa selamat.
Dia takut, pada dosa masa lalunya. Dia takut pada kenyataan, bahwa dia adalah
sang pembunuh Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi yang selalu menjadi
pelindungnya. (Afgian Muntaha : 2011)
Dalam ketakutan itu Wahsyi merendahkan
diri. Menghadap Muhammad SAW dengan penuh pengharapan akan diampuni. Dalam
permohonannya dia memanggil lagi memori gelapnya ketika melemparkan tombak
kepada Hamzah, lalu merobek dadanya dan memberikan jantung orang besar itu
kepada Hindun, yang kemudian dengan menjijikkan memakan jantung sang paman.
Keberaniannya dulu telah sirna, kini Wahsyi menghadap nabi dengan penuh
kerendahan diri, membiarkan nasibnya ditentukan oleh keputusan Rasul, yang
diyakini juga keputusan Tuhan. (Afgian
Muntaha : 2011)
“Celaka,” kata Muhammad memecahkan keheningan yang tercipta setelah Wahsyi
menyelesaikan ceritanya. “Pergilah engkau dariku, jangan sampai aku melihatmu
lagi.” (Abu Bakr Siraj Al-Din, Muhammad, bab
sesudah Tabuk)
Sesak. Wahsyi menahan tangis dan
perasaan yang bergemuruh di dadanya yang hitam legam. Dia dimaafkan, tapi
kesalahannya tidak dilupakan oleh Muhammad SAW, tuan yang mudah memaafkan. Wahsyi telah kehilangan sebuah kepercayaan dari
orang nomor satu di dunia. Orang yang namanya dipuji di bumi dan di langit.
Kepercayaan
yang hilang, juga kerap membekas dalam sebuah hubungan percintaan,
hampir rata rata hubungan yang dijalin antara dua kekasih berakhir disebabkan
oleh sebuah penghianatan, adanya pemanfaatan sebuah kepercayaan yang diberikan
oleh kekasih untuknya. Tidak dipercaya itu sakit. Sungguh sakit. Akan tetapi,
kepercayaan yang dihianati jauh lebih menyakitkan. Seperti ditusuk jauh ke
dalam hati, dengan jarum tajam yang tidak terlihat oleh mata telanjang.
Menyakitkan dan selalu membekas sampai kapanpun.
Menurut
Rousseau et al (1998), kepercayaan adalah wilayah psikologis yang merupakan
perhatian untuk menerima apa adanya berdasarkan harapan terhadap perilaku yang
baik dari orang lain. Dan menurut Rosseau, Sitkin, dan Camere (1998),
definisi kepercayaan dalam berbagai konteks yaitu kesediaan seseorang untuk
menerima resiko.
Kepercayaan merupakan sesuatu
yang amat bernilai harganya, kita tahu bagaimana rasanya menjadi orang yang
dipercaya dan kita juga mengetahui bagaimana rasanya jadi orang tidak dapat
dipercaya dan kita juga mengetahui bagaimana rasanya jadi orang yang dikhianati
kepercayaan kita terhadap orang lain, tidak mudah melupakan orang yang
mengkhianati kita, karena itu merupakan yang datang dari orang yang tidak
pernah kita duga sebelumnya.
Saya juga menemukan banyaknya orang orang yang mendapatkan penghianatan serupa, jika ia pernah melakukan penghianatan kepada orang lain, baik itu dalam hubungan pekerjaan, jaringan, pertemanan, persahabatan maupun percintaan. Karena pada dasarnya hukum alam selalu berlaku dan kembali kepada diri kita atas apa yang pernah kita lakukan pada orang lain.
“Jangan
berjanji jika tak bisa menepati. Janji yang di ingkari akan membuat kecewa. Jika
hati ikut terluka, tak akan ada lagi kepercayaan dan tawa”
Kepercayaan Itu Mahal Dan Kisah Wahsyi
Reviewed by Anonim
on
Oktober 13, 2014
Rating: