Bagaimana
Aceh makmur secara ekonomi jika kebutuhan telur ayam saja masih dikirim dari
Medan, begitulah kira kira kata T. Irwan Djohan dalam diskusi singkat sore hari.
Percaya atau tidak memang begitulah fakta, bahwa telur yang telah menjadi
konsumsi dasar masyarakat Aceh tersebut masih harus bergantung dari Medan, Aceh
sampai saat ini memang belum mampu menyediakan kebutuhan dasar seperti itu, 80% kebutuhan telur di Aceh berasal dari Medan. Harganya pun
terus menerus merangkak naik, padahal telur telah menjadi kebutuhan utama
masyarakat Aceh, bisa dikatakan hampir semua rumah tangga di Aceh didapurnya
menyediakan stok telur.
Padahal dari prospek usaha, usaha ayam petelur sangatlah
menjanjikan, melihat dari tingkat kebutuhan masyarakat Aceh dalam sehari
berkisar 1juta telur perhari, tapi usaha menjanjikan tersebut tidaklah membuat
masyarakat Aceh melirik dengan seksama untuk menjadi usaha petelur ayam.
Meski ada dibeberapa
tempat yang menjadi usaha petelur di Aceh seperti Aceh Besar dan Subulussalam
dan di beberapa kabupaten lainnya, tapi mereka tidak mampu menutupi kebutuhan
pasar di Aceh yang mencapai satu juta telur perhari tersebut. Aceh memang unik
dikenal dengan daerah konsumtif bukan daerah produktif. Apapun yang dibutuhkan
oleh Masyarakat Aceh, Medan lah penyediaan kebutuhan untuk Aceh.
Entah apa permasalahannya
sehingga masyarakat Aceh tidak melihat prospek usaha yang menjanjikan tersebut,
padahal jika usaha itu dikembangkan maka kebutuhan telur di Aceh tidak harus di
dikirim dari medan, bahkan usahawan di Aceh dapat menjual harga dibawah standar
yang saat ini dipasarkan oleh distributor medan, karena tidak membutuhkan biaya
transportasi yang tinggi.
Apakah masyarakat Aceh
yang tidak mampu melihat peluang pasar atau tidak adanya sosialisasi pemerintah
(Dinas Peternakan) tentang peluang usaha ini dan dorongan pemerintah agar
masyarakat untuk melakukan usaha ayam petelur. Yang pasti permasalahan
kebutuhan dasar seperti telur dari Medan ke Aceh telah di bicarakan sejak tahun
2009 dan peluang usaha ayam petelur yang seharusnya mulai dikonsepkan di Aceh.
Jika mulai tahun 2009
pemerintah dan masyarakat telah menggarap usaha ini dengan baik, maka
dipastikan tahun 2014 kita tidak lagi membutuhkan telur dikirim dari medan
tersebut, karena pengusaha di Aceh pasti sudah mampu menyediakan kebutuhan
telur di Aceh. Tapi nyatanya sampai saat ini kita masih membicarakan tentang
permasalahan tentang telur yang dikirim dari Medan, bahkan angka pengiriman telur
dari Medan ke Aceh berada pada persentase 80%.
Sampai kapan kita harus
bergantung pada Medan, jika telur saja kita masih bergantung pada Medan, maka
bayangkan kebutuhan kebutuhan lainnya di Aceh. Kapan kita akan maju jika kita
terus berada pada kondisi seperti ini, belum lagi seperti cabai, bawang, beras,
indomie, dan gula. Tidakkah kita terlalu bodoh jika terus menerus menjadi
daerah konsumtif padahal daerah lain telah menjadi daerah produktif. Kita pasti
akan marah jika dikatakan Aceh adalah daerah bodoh, tapi jika faktanya
demikian, apakah kita harus terus menerus marah tanpa berpikir bagaimana untuk
keluar dari daerah konsumtif.
Jika di Aceh kita tidak
mampu melakukan produksi produk produk modern dan berteknologi, kenapa tidak
produk produk yang dihasilkan dari usaha peternakan dan pertanian harus mampu
kita hasilkan sendiri, jika saja pemerintah punya program dan pemberdayaan yang
berkelanjutan secara konsisten terhadap usaha usaha peternakan dan pertanian di
Aceh serta didukung oleh infastruktur yang memadai dan masyarakat yang serius
menggarap usaha usaha peternakan dan pertanian, maka kita tidak akan lagi
bergantung pada Medan. Tapi saat ini malah yang terjadi produk produk
peternakan dan pertanian pun kita harus bergantung pada Medan.
Maka tidaklah salah jika
Medan lebih maju perekonomiannya dari Aceh. Karena segala sesuatu yang kita
butuhkan di Aceh, harus dikirim dari Medan, sedangkan kita hanya bisa
mengkonsumsi tanpa mampu menghasilkan sesuatu yang kemudian mendongkrak
perekonomian kita.
Apa yang kita tidak punya
sehingga kita tidak mampu menjadi daerah produktif, padahal melihat
geografisnya, Aceh sangatlah strategis. Tidaklah berlebihan jika sampai saat
ini daerah daerah lain menjadikan Aceh sebagai lumbung penghasilan mereka dalam
meraih keuntungan. Bayangkan apa yang ada dibenak mereka tentang kebodohan
Aceh. Kita hanya mampu membicarakan tentang potensi daerah kita, sedangkan
daerah lain mulai memanfaatkan potensi potensi dan kebodohan kita untuk meraih
keuntungan.
Telur Dan Ekonomi Aceh
Reviewed by Anonim
on
September 13, 2014
Rating: