Aceh
masa depan adalah masyarakatnya hidup dalam sebuah peradaban bersyariat, dimana
kehidupan bermasyarakatnya sangat menjunjung tinggi nilai nilai syariat dan
perilaku masyarakatnya sesuai sebagaimana yang diperintahkan dan terkandung
dalam kitab suci Al Quran, bukan seperti sekarang yang hanya menjunjung tinggi
symbol symbol syariat tapi miskin perilaku, aklak dan moralnya.
Aceh
masa depan telah terbangun sebuah masyarakat yang sejahtera, tidak lagi kita
menemukan rumah rumah yang dindingnya terbuat dari pelepah rumbia, lantai tanah
dan atap bocor ketika hujan turun. Tapi Aceh masa depan adalah rumah rumah
masyarakat sudah semua terbuat dari beton yang kokoh, lantai dari marmer yang
indah dan atap dari genteng metal. Masyarakat yang hidup makmur,
perekonomian yang tumbuh subur, indek kebahagiaan masyarakatnya melewati Negara
Swiss yang ditetapkan sebagai Negara paling bahagia tahun 2015, Aceh akan bahkan lebih
bahagia dari pada itu nantinya.
Aceh
masa depan tidak lagi hanya menggaung-gaungkan keperkasaan zaman Sultan
Iskandar Muda, karena saat itu tiba, masyarakat Aceh sudah lebih hebat
dibandingkan zaman Iskandar Muda itu. Tidak lagi menyombongkan diri dengan
kekayaan Sumber Daya Alam yang ada, karena kecerdasan masyarakatnya melebihi
Hongkong yang saat ini memiliki banyak orang
ber-IQ tinggi dengan rata-rata nilai IQ penduduk Hongkong mencapai 107, tapi
Aceh nantinya masyarakatnya akan memiliki IQ melebihi dari Hongkong itu. Dengan
begitu, Sumber Daya Alam bukanlah merupakan sebuah perihal yang dibanggakan
oleh masyarakat Aceh untuk kesejahteraan, tapi kecerdasanlah yang menjadi modal
utama untuk kesejahteraan.
Aceh masa depan pula terkenal keseluruh penjuru dunia, Aceh
tidak lagi dikenal karena sebuah bencana mahadasyat yang terjadi tahun 2004 silam yaitu tsunami, tapi dikenal karena kehidupan sebuah negeri
yang masyarakatnya memiliki nilai nilai syariat, bukan saja namanya tapi juga
perilaku, aklak dan moralnya semua berpedoman sebagaimana yang terkandung dalam
Al Quran dan ajaran Rasulullah tanpa harus diatur dalam sebuah Qanun maupun
perundang-undangan. Kemudian masyarakatnya yang hebat hebat dan berpengaruh
terhadap peradaban dunia, bahkan perekonomian dunia terutama Negara-negara
Islam dikuasai oleh Aceh. Aceh masa depan bukan hanya dikenal, tapi juga
disegani melebih masa masa kehidupan Sultan Iskandar Muda. Bukan hanya itu,
tapi Indeks Pembangunan Manusianya (IPM) melebihi
Norwegia sebagaimana yang dirilis oleh United Nations Development Programme
(UNDP) pada tahun 2013 yang menyatakan Norwegia sebagai Negara yang memiliki
IPM tertinggi, nantinya Aceh berada diurutan pertama mengalahkan IPM Norwegia.
Pada saat itu, kita dengan mudah melihat gedung gedung tinggi, sebuah
bendera local dan nasional berkibar mesra berdampingan diatas bangunan
bangunan megah. Insfastruktur public berjalan layaknya sebuah surga dunia,
kenyamanan dan keamanan menjadi modal utama. Masyarakat Aceh juga tidak lagi
saling mengejar kekuasaan apalagi hanya untuk menjadi yang paling berkuasa, menjadi pemimpin
sudah dianggap sebagai jalan pengabdian dan pengorbanan akhir.
Kita tidak menemukan lagi orang orang saling membunuh, hanya
karena ingin melanggengkan kekuasaan, kursi kekuasaan tidak lagi menjadi
rebutan, karena negeri bersyariat dan masyarakat yang bersyariah sadar betul,
bahwa menjadi pemimpin adalah sebuah beban “dosa besar” jika tidak mampu
memberikan keadilan bagi semua orang orang yang ia pimpin. Korupsi sudah menjadi tabu dan bahkan tidak terdengar lagi, apalagi maling ayam, maling lembu, maling kambing yang demi hanya sesuap nasi esok hari. Karena para pemimpin sudah menjadikan kekuasaan sebagai pengabdian, bukan sebagai tempat untuk mengejar kekayaan. Pemimpin juga hidup dalam kesederhanaan dan
kesahajaan, bukan hanya menjelang pemilihan, tapi sudah menjadi kebiasaan dan
bukan kepura-puraan.
Aceh masa depan tidak lagi bicara tentang kesejahteraan,
karena perekonomian masyarakat sudah berada di atas rata rata, tapi sudah
bicara aklak dan moral. Aklak dan moral menjadi modal utama, semua masyarakat
berlomba lomba menjadi orang yang beraklak dan bermoral baik. Yang beraklak dan
bermoral diterima dalam semua sektor kehidupan, sedangkan yang tidak beraklak
dan bermoral ditinggalkan oleh masyarakat. Bukan seperti sekarang, siapa yang
kaya dia pula yang menjadi sanjungan masyarakat, tidak peduli bagaimana aklak
dan moralnya, yang terpenting adalah kekuatan materinya.
Semua masyarakat Aceh sudah tertib, tertib hukum, tertib lalu
lintas, tertib kerja. Kita akan sulit menemukan orang orang yang masuk penjara
karena terjerat persoalan pelanggaran hukum, penjara sepi kasus, karena
masyarakat Aceh tau betul dan menjunjung tinggi aturan yang ada sebagaimana menjunjung
tinggi nilai nilai syariah. Parkiran tertata rapi, tidak perlu pula tukang
parkir untuk mengaturnya, tidak perlu pula polisi berjaga disetiap persipangan
traffic light, karena masyarakat tertib berlalu lintas, sebab persoalan aklak
dan moral menjadi modal utama masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan
masyarakat.
Para pekerja tidak ada yang telat masuk kerja, apalagi
nongkrong diwarung kopi pada jam kerja, karena masyarakat sadar betul, dalam
Islam dilarang keras untuk makan gaji buta, karena kesadaran itu pula
masyarakat bekerja atas dasar keiklasan dan tanggungjawab.
Itulah Aceh nantinya, sebuah negeri yang kehidupan
masyarakatnya tidak peduli pada symbol symbol, tapi disetiap masyarakatnya
sudah tertanam betul aklak dan moralnya, sehingga persoalan yang dianggap
melanggar nilai nilai syariat tidak akan dilakukan meski tidak diperintah dan
diatur dalam qanun
Ilustrasi Foto bersumber dari jaringanpelajaraceh.com
Logika Aceh Masa Depan
Reviewed by Yudi Official
on
Maret 27, 2016
Rating:
Tidak ada komentar: