Aksi Walikota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal kembali
dihebohkan kesekian kalinya, kali ini sasaran Walikota adalah kepada
penyelenggara konser bergek yang dikenakan sanksi tidak boleh menyelenggarakan hiburan selama 2 tahun hanya karena persoalan tidak memisahkan penonton
perempuan dengan penonton laki laki.
Pada tahun 2009,
dalam sebuah kesempatan audiensi dengan Illiza yang saat itu masih menjabat
Wakil Walikota saya bertanya kepadanya “kenapa penerapan syariat islam di Banda
Aceh itu difokuskan pada sebuah simbol simbol dan pembangunan fisik yang kesannya
agar orang orang luar Aceh melihat Banda Aceh ini sangat menakutkan, tapi
padahal didalamnya penuh dengan dusta dan kenapa pembangunan aklak dan moral
tidak diutamakan untuk menyiapkan sebuah peradaban bersyariat ketimbang sibuk
mengurus urusan qanun ini qanun itu untuk membuat orang orang takut”.
Saya berpikir
tentang penerapan syariat islam adalah yang diutamakan pembangunan aklak dan
moralnya terlebih dahulu. Dengan begitu, bicara persoalan aktivitas masyarakat
maka tidak diperlukan lagi pemerintah menguras energi untuk mengurusi persoalan
pelanggaran syariat, karena masyarakat dengan sendirinya sudah bersyariat.
Seperti yang Surya
Paloh katakan dalam kunjungannya ke Aceh beberapa hari yang lalu yaitu Aceh
harus memiliki tanggung jawab atas kerusakan moral yang masih terjadi di
Indonesia yang saat ini semakin parah, bagaimana menjaga kerusakan moral
yang terjadi di Indonesia jika Aceh sebagai negeri bersyariat pun mengalami
kerusakan moral yang makin parah. Karena kita di Aceh sibuk mengurusi syariat
dengan simbol simbol dan pembangunan fisik dengan melupakan pembangunan aklak
dan moral.
Sanksi yang
diberikan oleh Walikota terhadap penyelenggara hiburan yang menghadirkan artis
Bergek tersebut merupakan aksi “main aman” pemerintah kota, karena sanksi
tersebut diberikan setelah menuai pro kontra dimedia sosial dan mempertanyakan
kenapa penyelenggara tidak memisahkan antara perempuan dan laki laki.
Seharusnya
pemerintah kota punya tanggungjawab untuk mengawasi segala proses
berlangsungnya kegiatan yang dilaksanakan oleh penyelenggara, karena sebelumnya
tentu pemerintah kota telah mengeluarkan izin untuk kegiatan tersebut. Ketidak
mampuan pemerintah kota dalam mengawasi berlangsungnya kegiatan tersebut sesuai
dengan aturan yang diterapkan akhirnya harus ditanggung sebelah pihak yaitu
penyelenggara.
Padahal bicara
pelanggaran syariat bukan saja terjadi dalam panggung hiburan seperti itu,
bahkan hampir di setiap sudut kota, dan dalam gedung gedung pemerintahan, kita
menemukan masyarakat yang melanggar syariat.
Politiskah..?
pertanyaan itu pantas hinggap dikepala setiap warga kota, karena urusan
selangkangan selalu menarik dan antusias untuk diramaikan.
sumber foto : habadaily
Illiza, Bergek dan Sanksi Penyelenggaran Hiburan
Reviewed by Yudi Official
on
Maret 17, 2016
Rating:
Tidak ada komentar: