Para Politisi dan Pengusaha yang selama ini populer akan
kepeduliannya, seolah olah menyikapi banyak tabir tersembunyi dibelakangnya. Muncul
pertanyaan dibenak saya apakah kepedulian tersebut harus terlebih dahulu
populer masalahnya, kemudian baru kita hadir dengan menampilkan kepedulian yang
amat besar.
Salah satu kasus baru baru ini adalah kasus Hajril,
seorang anak gadis yang ditinggalkan oleh orang tuanya. Seorang wartawan yang
selama ini mendampingi Hajril menceritakan kasus Hajril ini kepada saya
disebuah warung kopi dalam beberapa hari yang lalu, ketika kami sedang ngopi
bersama.
Pemilik nama lengkap Hajril Janni kini ditinggal
sebatang kara oleh kedua orang tuanya. Setelah kecelakaan, ayahnya telah
bercerai dengan ibunya, ibunya pergi menikah lagi dan menetap di Tangse,
sedangkan ayahnya pergi entah kemana akibat depresi karena cacat yang ia alami,
kini Hajril hidup terkatung katung, ia hanya memiliki paman yang tinggal di Sare.
Kasus ini diketahui oleh wartawan AJNN, ketika Hajril
dikeluarkan oleh pihak pesantren tempat ia sekolah akibat tidak mampu membayar
tunggakan iuran sebanyak 6juta (10 bulan). Hajril terpaksa pulang kerumah pamannya
di Sare, karena orang tuanya memang tidak memiliki rumah.
Hajril dulu, menurut cerita ia adalah sosok yang
pintar dan berbakat, bahkan ia masuk dalam kategori peringkat 10 besar di
pesantren tersebut, namun akibat berbagai problem yang ia alami dan ia harus
menguras otak memikirkan bagaimana untuk mencari uang untuk membayar iuran
sekolah, sampai sampai ia harus mencuci pakaian teman temannya ketika jam
istirahat dan menggunakan baju baju bekas kawan kawannya dalam kesehariannya.
Ketika kasus ini diketahui oleh wartawan AJNN, mereka
langsung mengadvokasi masalah Hajril, mereka membuat berita yang menceritakan
kronoligis tentang Hajril, lalu berita tersebut mereka sebarkan melalui
Watshapp kepada banyak politisi dan pengusaha yang mereka miliki contactnya,
dengan harapan adanya respon dari mereka untuk dapat segera membantu Hajril,
namun dari sekian ratusan yang ia kirim, hanya ada tiga orang yang kemudian
meresponnya dengan menelpon wartawan tersebut.
Telepon pertama yang masuk adalah dari YARA, Safaruddin Direktur
Yayasan Advokasi Rakyat Aceh tersebut, berjanji untuk melunasi dan menanggung
biaya pendidikan Hajril, mereka berjanji akan
menjumpai pihak bendahara pesantren.
Kemudian telepon kedua masuk dari Jakarta, Hartono Tanuwidjaja
yang berprofesi sebagai pengacara, bahkan ia berjanji jika Hajril memang mampu
mempertahankan prestasinya, tidak tertutup kemungkinan Hartono bakal
mengangkatnya sebagai anak asuh.
Lalu telepon ketiga
masuk dari Anggota DPRA, yaitu Darwati A Gani. Darwati begitu mengetahui kasus
ini langsung menelpon wartawan tersebut untuk meminta difasilitasi pertemuannya
dengan Hajril, akhirnya Hajril dengan didampingi wartawan tersebut bertandang
ke kediaman pribadi Darwati, lalu setelah Hajril menceritakan kondisinya, Darwati
menyodorkan amplop berisi uang untuk pembayaran tunggakan iuran pendidikan dan
secarik kertas bertuliskan nomor telepon pribadinya. Darwati berpesan agar
Hajril segera menghubunginya jika menemui masalah di pesantren itu sebut
wartawan tersebut kepada saya.
Kini memang Hajril
telah kembali ke pesantren tersebut, bahkan wartawan tersebut berpesan ke pihak
pesantren untuk tidak menanyakan tentang biaya pendidikan kepada Hajril dengan
sembari memberikan nomor telepon pribadi wartawan tersebut kepada pihak
pesantren, agar jika Hajril mengalami masalah biaya pendidikan kedepannya dapat
menghubungi wartawan tersebut lagi.
Di Akhir cerita
tersebut ia meminta kepada saya untuk dapat mencari dan membantu mengusahakan
Hajril sebuah rumah bantuan ataupun beasiswa pendidikannya, wartawan tersebut
tahu, bahwa saya memang mengenal banyak politisi selama ini. Saat ini Hajril
baru duduk dikelas 2 Madrasah Aliyah dan hanya memiliki tanah orang tuanya di sare
menurut cerita wartawan tersebut. Sedangkan pamannya pun orang yang tidak mampu
dan tidak sanggup menyekolahkan Hajril, sambil wartawan itu berjanji akan terus
mengontrol kondisi Hajril dan memastikan ia tamat sekolahnya.
Namun siapalah saya,
hanya mampu merangkai kata kata dengan sederhana, dengan tujuan banyak politisi
dan pengusaha yang membacanya serta berkeinginan untuk membantu harapan mulia wartawan
tersebut, dan jika pun saya memiliki kesempatan untuk menyampaikan aspirasi
kepada para politisi-politisi yang saya kenal selama ini, tentu saya akan
menyampaikan harapan itu.
Saya meyakini begitu
banyak Hajril-Hajril lainnya di Aceh ini yang belum kita ketahui, bahkan juga
begitu banyak kondisinya yang melebihi Hajril ditengah tengah bergelimangan
dana otonomi yang selama ini mengalir deras di bumi iskandar muda.
Semoga ada yang membantu
dan memastikan Hajril bisa menamatkan pendidikannya sampai sarjana. Agar kelak
ia dapat hidup mandiri serta dapat menemukan keberadaan ayah nya juga dan
merawat ayahnya yang telah cacat itu secara mandiri.
Saya sendiri tidak
mampu membayangkan seorang anak gadis yang baru duduk dikelas 2 Madrasah, harus
menanggung beban hidup yang amat besar. Ayah yang cacat dan pergi entah kemana,
ibu yang menikah lagi dan tinggal jauh darinya, rumah untuk tempat berteduh pun
ia tidak miliki dan kemarin pun ia hampir kehilangan harapannya untuk sekolah
ketika uang 6juta tidak tahu ia cari kemana untuk melunasi 10 bulan tunggakan
iuran sekolahnya.
Berikut Kliping Media :
Hajril, Si Gadis Malang Yang Harus Menanggung Beban
Reviewed by Yudi Official
on
Februari 15, 2016
Rating:
Tidak ada komentar: