Sebagian
orang kecewa terhadap Jokowi karena mau menerima mandat PDIP untuk ditetapkan
sebagai Bakal Calon Presiden pada tahun 2014 ini, karena mereka mengharapkan
Jokowi menyelesaikan permasalahan Jakarta terlebih dahulu, yang baru
dipimpinnya 1,5 tahun. Namun sebagian lagi merasa senang Jokowi mau menerima
mandat Capres, karena alasan bahwa Bangsa ini butuh dan merindukan sosok
pemimpin yang sederhana dan mengerti kebutuhan
Rakyat serta mau terjun lansung untuk menuntaskan segala permasalahan Bangsa
yang telah kronis ini.
Disaat para elit politik menyibukkan diri dengan penampilan, Jokowi malah tampil sebagai sosok yang sederhana, disaat elit politik lain menyelesaikan masalah di atas meja kerjanya, Jokowi malah memilih lansung untuk terjun dan menyelesaikan permasalahan rakyat. Banyak yang kemudian aksinya ini menuai kritik dari pejabat politik, mereka menganggap bahwa aksi aksi Jokowi ini tidak layak dilakukan oleh Pemimpin apalagi sekelas Gubernur, meski di tingkat elit banyak menuai kritik, Jokowi malah panen pujian oleh masyarakat yang menerima dampak dari kinerjanya ini. Aksi Jokowi ini malah mendekatkan dirinya dengan masyarakat, meski disebut sebut sebagai pencitraan tapi faktanya Jokowi telah melakoni blusukannya mulai dari menjabat Walikota Solo periode pertama, sehingga berkat kepemimpinannya yang sederhana, kinerjanya yang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat, akhirnya Jokowi terpilih sebagai Walikota Solo periode kedua dengan perolehan suara berkisar 90,09%.
Menurut survei beberapa lembaga pada saat sebelum pileg, elektabilitas Jokowi mengalahkan semua tokoh tokoh lama, bahkan elektabilitasnya mengalahkan Megawati Ketua Umum PDIP tempat partai nya Jokowi berpolitik, mulai dari itu kita melihat hampir semua partai berniat mendekati Jokowi, baik untuk di Capreskan maupun di Wapreskan, dengan begitu, PDIP sebagai partai yang membesarkan Jokowi mulai khawatir dengan pendekatan para elit partai lain kepada Jokowi, tapi Jokowi menampakkan kesetiaannya dengan tidak menanggapi keinginan para partai lain itu. Seharusnya publik bangga terhadap konsistensinya Jokowi untuk terus berada dalam rumah PDIP meski elektabilitasnya jauh dari Ketua Umumnya, tentu ini berbanding terbalik dengan berbagai elit politik saat ini yang sering pindah pindah partai.
Para kader PDIP mulai khawatir dengan gerak gerik nya para
partai lain yang mengincar Jokowi dan Publik tahu bahwa PDIP memberikan mandat
penuh kepada Megawati untuk menentukan Capresnya. Dengan mandat itu para kader
PDIP, Relawan Jokowi dan berbagai element mendesak Megawati untuk segera
memberi mandat pencapresan kepada Jokowi, desakan itu mulai deras hampir
disetiap pertemuan Partai. Megawati sebagai pemegang tentu memiliki
kekhawatiran terhadap desakan desakan ini yang kian berkembang di internal
maupun eksternal. Pertama yang dikhawatirkan Megawati adalah perpecahan di
internal PDIP jika Megawati tidak memberikan mandat pencapresan Jokowi, kedua
Megawati sangat khawatir jika dirinya tidak memberi mandat kepada Jokowi maka
partai lain akan segera menarik Jokowi untuk dicapreskan, tentu Megawati tidak
mau kader terbaiknya hilang begitu saja. | Baca :
Megawati setelah proses yang panjang itu, kemudian
mengambil langkah cepat dengan memberikan mandat kepada Jokowi sebagai Bakal
Capres dari PDIP. Pasca penetapan Jokowi sebagai bakal Capres dari PDIP pada
tanggal 14 Maret 2014, berbagai sambutan baik itu negatif maupun positif
bermunculan, ada yang mendukung ada yang tidak mendukung itu biasa dalam
politik dan negara demokrasi di Indonesia. | Baca Kritikan:
dan Baca dukungan :
Melihat dinamika
yang terjadi di internal dan eksternal pada pencapresan Jokowi memang sulit
untuk kita berspekulasi secara independent, jika pun hari ini kita memuji
Jokowi maka orang akan menganggap kita sebagai pendukung Jokowi, jikapun
kemudian kita mengkritik Jokowi itu akan di anggap pendukung Prabowo. Biarkanlah
hal ini bergulir dan menjadi isu publik, tapi sayangnya banyak spekulasi muncul
yang hanya karena kepentingan politik semata, yang dulu mendekati Jokowi dan
PDIP sekarang mengkritik keras Jokowi dan PDIP, kemudian yang dulu memuji
Jokowi dan PDIP sekarang mengkritik keras Jokowi dan PDIP.
Dari sebagian isu publik yang bergulir seperti bola liar, ada beberapa pertanyaan yang patut kita pertanyakan kebenarannya, apakah itu adalah memang isu yang sengaja dilontarkan untuk menjatuhkan Jokowi atau memang itu adalah kenyataannya, isu isu tersebut saya melihat tidak fair disudutkan kepada Jokowi, adapun isu yang menjadi pertanyaan adalah Blusukan Sebagai Pencitraan, Capres Boneka, Pemimpin Gagal di Solo dan Jakarta.
BLUSUKAN SEBAGAI PENCITRAAN
Jokowi kejakarta
adalah berangkat dari Walikota Solo yang masa jabatannya baru 2 tahun setelah sukses
memenangkan periode kedua yang dipilih oleh masyarakat solo sebanyak 90,09%
suara. Satu satunya pemimpin yang dipilih oleh rakyatnya dalam sejarah
demokrasi di Indonesia mampu menang telak sebanyak 90,09% suara. Siapa yang
tahu bahwa Jokowi blusukan bukan lah dimulai ketika dia menjabat sebagai
Gubernur DKI, akan tetapi blusukan itu telah dia jalankan ketika dia menjabat
sebagai Walikota Solo, yang ketika itu masyarakat Indonesia tidak mengenal
sosok maupun namanya, hal itu di iakan oleh salah satu Anggota Kopassus yang
sudah 6 tahun menemani Jokowi Blusukan Hal ini
dialami oleh Devid A yunanto sebagai asisten Pribadi Jokowi, Pria
Kelahiran Boyolali, Jawa Tengah ini mengatakan banyak belajar dari Jokowi berbagai
pengalaman dalam bekerja. Misalnya, cara berkomunikasi dengan orang dari
berbagai lapisan "Saya senang
ke lapangan dan banyak belajar, belajar dari bapak cara berkomunikasi dengan
orang-orang yang berbeda, dan yang sebelumnya tidak tahu jadi tahu kan tiap
orang memiliki beda-beda masalah" Ayah dari seorang putri ini menilai Jokowi
adalah sosok yang sederhana dan tidak ribet dalam melakukan pekerjaan. Sebab,
setiap ada aduan dari masyarakat maupun berita di media massa mengenai permasalahan,
menurut Devid, Jokowi langsung
cepat tanggap. (Baca : Cerita anggota Kopassus 6 tahun temani Jokowi blusukan)
bagaimana kita bisa menuduh Jokowi yang sudah blusukan dan bekerja bertahun
tahun yang lalu dengan mengatakan sebagai pencitraan jika blusukannya ternyata
membuat dia dicintai oleh rakyat bahkan dipilih pada periode kedua di solo dengan
suara 90,09%. Sedangkan yang iklan bertahun tahun kita tidak pernah menuduh
bahwa itu pencitraan.
CAPRES BONEKA
Banyak yang
mengatakan bahwa Jokowi adalah capres boneka karena rasa hormatnya dia terhadap
megawati di anggap berlebihan, apalagi ketika dia selalu mencium tangan
Megawati didepan publik, namun saya malah memandang terbalik, saya mengagumi
Jokowi karena dia tidak menyombongkan diri meski Jokowi lebih terkenal
dibandingkan Megawati yang ketua umumnya, dia tetap merasa hormat kepada
Megawati sebagai orang yang telah membesarkannya didalam dunia politik, tentu
sikap ini berbanding terbalik dengan para politisi lain yang lebih memilih sombong
dan merasa hebat ketika dirinya mulai besar sebagai sosok yang dikenal publik. Kesederhanaannya
dan rasa hormatnya malah digunjing oleh berbagai pihak dengan menuduh capres
boneka. Tapi ada beberapa pertanyaan saya kepada orang orang yang mengatakan
bahwa Jokowi capres boneka. Pertama Pernah kah kita melihat Jokowi di dikte
oleh Megawati selama masa kepemimpinannya di Solo dan Jakarta, Kedua pernah kah
kita melihat Jokowi mengambil keputusannya sebagai Walikota Solo dan Gubernur
DKI yang lebih menguntungkan Megawati dibandingkan Masyarakat, Ketiga salahkan kita mencium tangan orang
yang kita anggap sebagai orang yang telah berjasa dan membesarkan kita sehingga
kita dikenal luas oleh masyarakat. Tidak kah kita berpikir bahwa ini adalah
bentuk pemimpin yang penuh kesederhanaan dalam memberikan rasa hormatnya kepada
orang orang yang telah berjasa kepadanya. Kemudian orang orang menuduh bahwa
Jokowi menerima mandat dari Megawati adalah bentuk remotnya Megawati terhadap
Jokowi. Sesederhana itukah pemikiran kita sehingga kita lansung mengklaim bahwa
dia adalah boneka Megawati, tidak kah kita melihat bagaimana desakan internal
partai dan lirikan partai lain terhadap Jokowi. Saya malah melihat disini
adanya ketidak berdayaan Megawati dalam membendung Jokowi effek sehingga trah
soekarno terpaksa dimandatkan kepada Jokowi dari pada Megawati harus menelan perpecahan
di Internal PDIP.
PEMIMPIN GAGAL DI SOLO DAN JAKARTA.
Benarkan Jokowi
sebagai pemimpin gagal disolo, jika benar betapa bodohnya masyarakat solo mau
memilih Jokowi pada periode kedua dengan perolehan suara sebanyak 90,09%. Jika benar
betapa bodohnya World Mayor yang menempatkan Jokowi sebagai
Walikota Terbaik ke 3 didunia ditahun 2012.
“Posisi ketiga World Mayor Project diraih Joko Widodo, Walikota
Surakarta, Indonesia, yang pada Juli 2005 menjadi walikota pertama yang dipilih
secara langsung. Pada 2012 ia terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta, ibukota
Indonesia,” demikian pengumuman yang dimuat di situs worldmayor.com, pada 8 Januari 2012.
“Joko Widodo mengubah kota
yang sarat kriminalitas menjadi pusat seni dan budaya, yang mulai menarik
perhatian turis dunia. Kampanyenya melawan korupsi membuatnya memiliki
reputasi sebagai politisi paling jujur di Indonesia. Joko Widodo juga menolak
menerima gaji selama menjabat sebagai Walikota Solo.”
Ya tentunya kita menaruh
gembira dan bangga ya. Sebagai seorang putra bangsa terbaik yang kita miliki,
terlebih beliau adalah seorang kepala daerah dengan berbagai gagasan dan
pemikiran yang mampu memberikan terobosan. Bahkan merubah bentuk-bentuk
penyelenggaraan pemerintahan daerah menjadi lebih mengedepankan fungsi-fungsi
pelayanan dan tentunya keberpihakan kepada rakyat ya. Itu adalah sesuatu yang kita
apresiasi dan kita bangga dengan itu,” kata Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Reydonnyzar Moenek.
Di Jakarta baru 1,5
tahun kepemimpinan Jokowi, selama 1,5 tahun itu banyak yang memberi apresiasi
kepada Jokowi dan banyak juga yang memberikan kritikan kepada Jokowi. Apalagi menjelang
pilpres banyak sekali yang mengatakan bahwa Jokowi gagal memberikan perubahan
pada Jakarta selama 1,5 tahun. Tapi benarkan Jokowi gagal memberikan perubahan
kepada Jakarta selama 1,5 tahun. Bagaimana dengan kinerjanya memberikan kartu
Jakarta pintar, Jakarta sehat, menata pedagang kaki lima (PKL), Relokasi PKL tanah abang ke blok G yang
selama ini dikuasai swasta dan dijual dengan harga yang tinggi sekarang dikelola
oleh Pemprov, Pengerukan Kali Penertiban bangunan liar, Dibukanya akses
pelaporan warga, Normalisasi Kali Ciliwung, Relokasi warga waduk
pluit yang sekian puluh tahun tidak mampu dilakukan oleh gubernur-gubernur
sebelumnya, penghapusan rumah dinas untuk lurah & camat yang akan
dialih fungsikan untuk kantong-kantong PKL, Berani menentang World Bank
yang dengan pinjamannya, ingin terlalu mengintervensi program Jakarta Baru,
Menaikkan Upah Buruh Propinsi DKI hingga 30%, Memberlakukan system pajak
online, Mereformasi SATPOL PP dengan menanggalkan pentungan dan
menginstruksikan untuk tidak lagi menggunakan cara-cara kekerasan tanpa
kehilangan ketegasan, dan masih banyak lainnya.
Mari mengkaji dengan
hati, bukan dengan kaki.
Maafkan tulisan saya
yang mungkin terlihat emosi, meski sudah berusaha untuk tetap menulis dengan
hati. Tapi sungguh naif jika kita katakan Bahwa Jokowi gagal di Solo dan DKI
Jakarta, sesungguhnya semut pun tahu bahwa Solo dan Jakarta lebih baik
sebelumnya, banyak hal yang berubah meski banyak hal pula yang belum berubah,
waktu 1,5 tahun memang tidaklah mudah merubah Jakarta, tapi apakah kemudian
prestasinya kita sebut gagal karena pada kepentingan politik kita yang tidak
memihak padanya. Saya tidak melihat pesta demokrasi sebelumnya begitu antusias
masyarakat memberikan sumbangannya kepada capres untuk kebutuhan biaya
kampanye, tapi kali ini saya melihat ada perubahan yang dilakukan oleh Jokowi
ketika mencapreskan diri, Jokowi lebih memilih bersama rakyat kecil ketimbang
berada disisi elit politik yang sibuk dengan jatah kursi menteri.
Jokowi ya dia akan
tetap menjadi Jokowi, sosok sederhana yang terlihat cengar cengir tapi dia
cukup membuat masyarakat senang ketika berada didekatnya
Jokowi ya dia akan
tetap menjadi Jokowi yang tetap akan menghormati orang orang yang berjasa
kepadanya, meski dikatakan boneka, tapi hatinya tetap memiliki rasa hormat pada
orang orang yang membesarkannya, dia tidak akan pernah malu untuk mencium
tangan orang orang yang dia anggap berjasa untuk dirinya.
Jokowi ya dia akan
tetap menjadi Jokowi yang suka blusukan kemana mana, meninjau pasar, tempat
tempat kumuh dengan kemudian dia berusaha untuk menatanya, meski dia dikatakan
pencitraan oleh banyak orang. Tapi blusukan ini tetap dia laksanakan bertahun
tahun lamanya.
Jokowi ya dia akan
tetap menjadi Jokowi yang kerempeng karena kerja kerasnya, mengabdi, bahkan tak
mengenal lelah, siang malam dia bersama rakyat yang mencintainya.
Jokowi ya dia akan
tetap menjadi Jokowi apa adanya, dia tidak pernah berusaha untuk mengharapkan
semua orang mencintainya, tapi dia cukup berusaha untuk memberikan pengabdian
terbaiknya kepada masyarakat yang membutuhkan kepemimpinannya.
Karena dia adalah
Jokowi, yang dididik oleh orang tua untuk hidup sederhana dan memberikan hal
terbaik untuk orang orang yang membutuhkan bantuannya.
Mengulas Fakta Dibalik Pencapresan Jokowi
Reviewed by Anonim
on
Juni 03, 2014
Rating: