Dari dua pasangan yang
bertarung dalam pilpres kali ini (Prabowo Subianto – Hatta Rajasa vs Joko
Widodo – Jusuf Kalla) hanya Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang punya nilai
historis (mengenal) dengan Aceh (paling Aceh). Joko Widodo misalnya beliau
pernah tinggal di Aceh kurang lebih selama 2 tahun dengan bekerja di salah satu
BUMN di Aceh bahkan Jokowi dapat berbahasa Aceh.
Sedangkan Jusuf Kalla
dikenal sebagai tokoh perdamaian di Aceh, yang kini telah dirasakan oleh
masyarakat Aceh. Bahkan
Jusuf Kalla dikenal publik dekat dengan Almarhum Hasan Tiro kemudian juga jika
Pemerintah Aceh memiliki masalah dengan Pemerintah Pusat, salah satu tokoh yang
akan ditemui untuk menyelesaikan permasalahan Aceh yaitu Jusuf Kalla.
Jikapun hari ini masyarakat lebih memilih orang yang tidak punya nilai histori dengan Aceh, berarti itu pilihan. Artinya Masyarakat Aceh lupa terhadap jasa seseorang.
Kemudian jika ada hari ini isu yang dikembangkan, bahwa Joko Widodo sebagai capres yang dikendalikan oleh Megawati, saya rasa sebuah isu yang tidak perspektif. Karena kita dapat melihat bagaimana kepemimpinannya di Solo dan DKI Jakarta tidak ada suatu kebijakan yang bersifat pesanan Megawati. Semua perannya sebagai Walikota maupun Gubernur diperankan secara tegas dan sesuai dengan visi dan misinya ketika menjabat.
Kenapa
tidak ada yang mencari tau siapa Hasyim Djojohadikusumo, bukankah dia adiknya
Prabowo yang mondar mandir Indonesia-Amerika, memiliki segudang perusahaan di
Aceh, bukankah dia actor utama dalam Pencapresan Prabowo ? biar public yang menilai dengan cermat.
Prabowo
kala Jokowi masih menjabat sebagai Walikota solo, Prabowo lah yang memaksa
Jokowi untuk ke Jakarta mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI, bahkan kala itu tahun
2012 Prabowo secara tegas mengatakan
“Jokowi
Pemimpin yang membela kepentingan rakyat, bersih dan transparan” (Prabowo)
yang
kemudian juga di ia kan oleh Fadli Zon
“Kita
butuh pemimpin bersih, jujur dan melayani. Dari pilihan yang ada hanya Jokowi
yang terbaik” (Fadli Zon)
Jika
hari ini Prabowo dan Fadli Zon mengatakan Jokowi tidak bersih, tidak jujur dan
lain lain itu karena kepentingan politik yang berbeda, tidak lagi pada satu
koalisi sehingga hal hal yang jelek mereka katakan, public juga tidak lupa bahwa
sebelum pileg Gerindra telah berusaha mendekati Jokowi untuk di Cawapreskan
bersama Prabowo.
Masyarakat
Aceh tidak boleh latah hanya melihat dari sikap Partai Aceh yang lebih memilih
berafiliasi dengan Prabowo ketimbang dengan Jusuf Kalla, tentunya afiliasi ini
ada, karena kepentingan antar Partai Politik yang sampai saat ini belum
dijelaskan secara terbuka, mengapa partai Aceh berkoalisi dengan Gerindra
maupun Prabowo.
Kemudian partai Aceh tidak bisa menjustifikasi
bahwa jika Joko Widodo dan Jusuf Kalla menang sebagai Presiden tidak akan
mempertahankan MoU Helsinky, melihat Wakil Presiden adalah Jusuf Kalla yang merupakan
tokoh central dalam melakukan proses perdamaian di Aceh, jika kemudian Partai
Aceh melakukan hal itu berarti itu merupakan strategi politik untuk menjatuhkan
lawan.
Selama ini publik tahu, bahwa baik Gerindra
maupun Prabowo tidak terlibat maupun mempertahankan proses perdamaian dan MoU
hesilnky, tapi Jusuf Kalla berperan central dalam proses perdamaian yang tidak
mungkin dia hancurkan.
Publik juga tahu bagaimana Jusuf Kalla
memperhatikan Aceh ketika gejolak konflik muncul antara Aceh dan Pusat pasca
penetapan bendera Aceh, kala itu pejabat public Aceh yang merupakan tokoh tokoh
GAM datang menemui Jusuf Kalla meskipun kala itu Jusuf Kalla bukan bagian dari
pemerintahan.
Jokowi Dan Jusuf Kalla Paling Aceh
Reviewed by Anonim
on
Juni 02, 2014
Rating: