Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan
dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan,
khususnya dalam negara. Kemudian Politik
juga disebut seni dan
ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Sedangkan yang disebut
dengan anak (Aneuk Mit) adalah seorang lelaki atau perempuan yang masih belum
memiliki umur yang cukup. Jika pun akhirnya kita menggabungkan Politik Anak
(Aneuk Mit) berarti kita dapat menyimpulkan bahwa sesuatu proses atau perebutan
kekuasaan yang dilakukan dengan cara cara tidak dewasa.
Dalam tahun tahun politik 5 tahunan ini
dapat kita melihat bagaimana fenomena sesungguhnya sebuah demokrasi yang
diterapkan di Indonesia, pasca reformasi demokrasi sebebas bebasnya menjadi
sebuah harapan bagi masyarakat Indonesia. Seperti apa yang menjadi tuntutan
para kaum intelektual 98 tersebut. Akhirnya tuntutan tersebut memang membuahkan
hasil, lengsernya Soeharto sebagai Presiden membuat ruang demokrasi semakin
terbuka sehingga 48 Partai Nasional ikut sebagai peserta pemilu, dimana
mayoritasnya terdiri dari partai partai baru.
Setelah 7 tahun pasca reformasi terjadi
di Indonesia, akhirnya sebuah perundingan yang kemudian dikenal dengan MoU
Helsinky terjadi di Firlandia antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh
Merdeka (GAM), hasil perundingan tersebut terjadilah beberapa kesepakatan yang
menjadi kekhususan Aceh, diantaranya adalah Pendirian Partai Lokal.
Pada tahun 2009, pemilu pertama di Aceh
setelah lahirnya MoU Helsinky akhirnya melahirkan 6 partai lokal di Aceh yaitu
diantaranya Partai Rakyat Aceh, Partai
Aceh, Partai Bersatu Atjeh, Partai Suara
Independen Rakyat Aceh, Partai Aceh Aman Seujahtera, Partai
Daulat Atjeh.
Meskipun akhirnya Cuma 2 partai yang memiliki kursi
di DPRA (Dewan Perwakilan Rakyat Aceh).
Saat ini pemilu kedua akan segera
dilaksanakan, yaitu pada tanggal 09 April 2014, pada pemilu 2014 ini hanya 3
partai lokal yang akhirnya lolos dan ikut bersaing memperebutkan kursi parlemen
yaitu Partai Aceh, Partai Damai Aceh dan Partai Nasional Aceh. Dua diantaranya
di anggap sebagai partai baru karena tidak memenuhi ambang batas yang
ditentukan pada pemilu sebelumnya.
Pada saat partai lokal hanya sisa 3 pada
pemilu kedua, pertempuran yang terjadi antar partai lokal menjadi lebih hebat,
pertempuran tersebut memperlihatkan bagaimana tidak dewasanya cara cara politik
yang dimainkan oleh para kader atau pengurus partai lokal. Partai nasional pun akhirnya
seperti penonton layar tancap, yang menonton para wong cilik bermain lawakan,
meski serius tetapi sekali kali tetap mengundang tawa karena aksi konyol yang
dilakukan oleh para politisi aneuk mit (anak kecil) itu.
Sejuta harapan baru yang diharapkan pada
partai lokal di Aceh pasca lahirnya MoU Helsinky seperti nya akan menjadi
harapan kosong, pertikaian antar partai lokal lebih dominan terlihat dari pada
sebuah perubahan yang diciptakan oleh partai lokal yang saat ini menguasai
legislatif dan eksekutif. Kekerasan dan pembunuhan antar masyarakat Aceh hanya
karena beda partai semakin lebih sering muncul ketimbang sebuah program yang
menyentuh lansung permasalahan krusial masyarakat.
Perebutan kekuasaan lebih dominan
diperlihatkan dari pada memperjuangkan kebutuhan masyarakat. Yang terjadi
akhirnya kekecewaan masyarakat terhadap partai lokal semakin besar, kebencian
menjadi bumbu bumbu diskusi warung kopi. Harapan baru pun kembali tenggelam
bersama kerakusan yang diperlihatkan oleh partai lokal.
Jika saat ini kita memasuki lorong
lorong di perkampungan, kita akan melihat bagaimana fenomena politik aneuk mit
dimainkan oleh oknum oknum yang secara indetitas telah diketahui dan menjadi
rahasia umum masyarakat. Alat alat peraga kampanye para caleg di sepanjang
jalan terlihat rata rata dirusak, tapi disamping itu ada banyak alat alat
peraga kampanye dari partai lokal tertentu yang tidak tersentuh dan tidak
mengalami pengrusakan.
Inilah yang disebut dengan politik aneuk
mit, cara politik yang tidak bisa menunjukkan sikap dewasa, politik yang tidak
bisa bersaing secara sehat dan fair. Akhirnya otot menjadi kekuatan politik,
bukan lagi otak yang dimainkan untuk mengatur strategi dan memainkan peran agar
mampu merebut hati pemilih.
“Politik Aneuk Mit” Partai Lokal
Reviewed by Anonim
on
Maret 13, 2014
Rating: