Masyarakat dunia dibuat terperangah, di jaman modern ini masih
terjadi pembunuhan besar-besaran terhadap sebuah etnis untuk dimusnahkan
dari sebuah bangsa. Etnis yang paling teraniaya di dunia saat ini adalah Etnis
Muslim Rohingya. Pembakaran perkampungan dan pengusiran mereka yang terjadi di
Provinsi Rokhine, Burma, merupakan aksi yang tidak bisa dibiarkan oleh dunia
internasional. Pembantaian terhadap 10 warga etnik Rohingya baru baru ini
merupakan puncak perlakuan diskriminatif yang sudah lama berlangsung terhadap
etnik Rohingya, yang beragama Islam.
Selama ini secara turun temurun telah terjadi perseteruan antara kelompok
etnis Rohingya yang Muslim dan etnis lokal yang beragama Buddha. Rohingya
tidak mendapat pengakuan oleh pemerintah setempat. Ditambah lagi agama
yang berbeda. Beberapa laporan menyebutkan hingga saat ini sudah
terjadi tragedi pembantaian lebih dari 6000 warga etnis Rohingya
yang mayoritas beragama Islam
Selain
dibantai, Etnis Muslim Rohingya juga ditolak kehadirannya di negeri Birma.
Lebih menyedihkan lagi, presiden Myanmar, Thein Sein melontarkan pernyataan
kontroversial mengusir Muslim Rohingya sebagai penyelesaian konflik bernuasa
etnis dan agama di negara itu. Bahkan dia menawarkan kepada PBB jika ada negara
yang bersedia menampung mereka.
Nasib Muslim
Rohingnya semakin mengkhawatirkan.
Di negaranya sendiri dianggap sebagai warga negara
illegal dan di luar negara tidak diterima. Ribuan orang Muslim Rohingya
menjadi korban pembantaian. Berdasarkan catatan pemerintah Myanmar, sejak
insiden kekerasan pertama kali terjadi, sebanyak 78 warga Rohingya tewas,
sementara 90 ribu penduduk minoritas itu kehilangan rumah dan harus hidup di
penampungan. Dari data tidak resmi, korban tewas hampir pasti mencapai 650
jiwa. Beberapa sumber bahkan menyebut ribuan muslim Rohingya tewas akhir akhir
ini. Kejadian pembantaian etnis Rohingya terjadi ketika pada awal Juni 2012, 10
pemuda muslim dibantai hingga tewas saat naik bus di perjalanan.
Tragedi Pembunuhan 10 orang
Etnis Muslim Rohingya
Kisah
tragedi terkini yang memilikan itu terjadi ketika dalam perjalanan menuju
rumah dari tempat bekerja sebagai tukang jahit, Ma Thida Htwe, seorang
gadis Buddha berumur 27 tahun, putri U Hla Tin, dari perkampungan
Thabyechaung, Desa Kyauknimaw, Yanbye, ditikam sampai mati oleh orang tak
dikenal. Lokasi kejadian adalah di hutan bakau dekat pohon alba di
samping jalan menuju Kyaukhtayan
Penyelidikan
menunjukkan bahwa Htet Htet (a) Rawshi tahu rutinitas sehari-hari korban
yang pulang-pergi antara Desa Thabyechaung dan Desa Kyauknimaw untuk
menjahit. Menurut pengakuannya dia berbuat dipicu oleh kebutuhan uang
untuk menikahi seorang gadis, dan berencana untuk merampok barang
berharga yang dipakai korban. Bersama dengan Rawphi dan Khochi warga
muslim Bengli. Rawshi menunggu di pohon alba dekat tempat kejadian. Tak
lama Ma Thida Htwe yang diincarnya datang dan berjalan sendirian, ketiganya
lalu menodongkan pisau dan membawanya ke hutan. Korban lalu diperkosa dan
ditikam mati, tak lupa merenggut lima macam perhiasan emas termasuk
kalung emas yang dikenakan korban.
Untuk menghindari kerusuhan rasial dan ancaman warga desa
kepada para tersangka, aparat kepolisian setempat bersiaga dan mengirim
tiga orang pelaku tersebut ke tahanan Kyaukpyu. Sehubungan dengan kasus
Ma Thida Htwe yang dibunuh, sekelompok orang yang terkumpul dalam Wunthanu
Rakkhita Association, Taunggup, membagi-bagikan selebaran kepada penduduk
lokal di tempat-tempat ramai di Taunggup, disertai foto Ma Thida Htwe dan
memberikan penekanan bahwa massa Muslim telah membunuh dan memperkosa
dengan keji wanita Rakhine. Sorenya tersiar kabar bahwa ada mobil yang
berisikan orang Muslim dalam sebuah bus yang melintas dari Thandwe ke
Yangon dan berhenti di Terminal Bus Ayeyeiknyein.
Petugas terminal lalu memerintahkan bus untuk berangkat
ke Yangon dengan segera. Bus berisi penuh sesak oleh penumpang. Beberapa orang
dengan mengendarai sepeda motor mengikuti bus. Ketika bus tiba di
persimpangan Thandwe-Taunggup, sekitar 300 orang lokal sudah menunggu di
sana dan menarik penumpang yang beridentitas Muslim keluar dari bus.
Dalam bentrokan itu, sepuluh orang Islam tewas dibantai dan bus juga dibakar
hancur luluh lantak.
Etnis Rohingya
Rohingya adalah grup etnis yang kebanyakan beragama Islam
di Negara Bagian Rakhine Utara di Myanmar Barat. Populasi Rohingya
terkonsentrasi di dua kota utara Negara Bagian Rakhine sebelumnya disebut
Arakan. Etnis Rohingya adalah masyarakat muslim yang hidup tanpa kewarganegraan
di Myanmar. Muslim Myanmar hanya berjumlah 4% dari total populasi Myanmar dan
menjadikan etnis Rohingya minoritas. Etnis Rohingya tinggal di perbatasan
Myanmar dan Bangladesh sejak wilayah itu masih menjadi jajahan Inggris. Namun,
saat kedua negara itu merdeka, mereka mendapat perlakuan buruk. Walau sama-sama
beragama muslim, etnis Bengal selaku mayoritas di Bangladesh enggan mengurus
mereka. Hal ini menyebabkan banyak keluarga Rohingya nekat menetap di Myanmar.
Etnis
Rohingya hidup di perbatasan dengan Bangladesh, sangat mudah untuk
mengusir masyarakat Rohingya untuk meninggalkan Myanmar dan menetap di
Bangladesh. Sebelumnya pada perang dunia ke II, banyak masyarakat Rohingya yang
juga berimigrasi ke Bangladesh dan saat ini yang menetap di Rohingya hanya
90.000 orang. Banyak konspirasi yang berkembang di Asia mengenai Rohingya, ada
yang mengatakan muslim sebagai teroris, ada juga yang mengatakan muslim tidak
mau murtad dan memeluk Budha hingga akhirnya dibunuh. Namun, dibandingkan
dengan sekedar konspirasi, fakta yang berkembang adalah dibantainya etnis
Rohingya di Myanmar.
Pada tahun
1988, muncul sistem baru di Myanmar. Walaupun rezim otoriter militer yang
memimpin, tapi Myanmar menggunakan sistem pasar. Ketika itu ada undang-undang
baru yang namanya The Union of Myanmar Foreign Investment Law. Payung hukum ini
adalah perlindungan terhadap sektor eksplorasi dan pengembangan sektor minyak
dan gas alam yang melibatkan korporasi-korporasi asing.
Pada kasus Arakan ini adalah pertarungan soal minyak dan
gas bumi. Pada tahun 2005, perusahaan gas Cina menandatangani kontrak gas
dengan pemerintah Myanmar untuk mengelola eksplorasi minyak. Dari konflik
kepentingan ekonomi itu dari konflik ekonomi menjadi konflik sosial secara
horisontal. Pihak rezim militer di Myanmar dari era Ne Win hingga sekarang ini,
ternyata telah melibatkan perusahaan asing semacam Chevron AS maupun Total
Perancis, padahal kedua negara ini kan di permukaan mengangkat isu hak asasi manusia. Tampaknya
sulit dihindari dugaan ada pertarungan bisnis yang bermain melalui pintu
belakang dari rezim militer Myanmar.
Upaya sengaja untuk merampas hak atas tanah, penolakan
kewarganegaraan, pembantaian massa, pengusiran, pembakaran pelarangan pelaksanaan
ibadah, penutupan jalur pasokan makanan, dan sejumlah tindakan brutal lainnya
adalah sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia
(HAM)
Tindakan
diskriminatif yang menimpa Muslim Rohingya berlatar belakang agama. Ini tidak
bisa dibiarkan terus berlangsung. Penganiayaan yang dilakukan dengan cara-cara
militer kepada warga sipil harus segera dihentikan. Seluruh bangsa-bangsa di
dunia harus bertanggungjawab atas nasib dan masa depan suku Rohingya di
Myanmar. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh tentara Myanmar ini tidak dapat
ditolerir atas nama apapun. Bahkan, tindakan-tindakan ini mengindikasikan telah
terjadinya skenario pembasmian etnis terhadap kaum muslim Rohingya.
Konflik Horisontal Antar Agama
Ternyata bukan hanya ditekan oleh militer dan
pemerintahan Birma. Etnis muslim Rohingyapun juga menjadi sumber konflik
horisontal antar agama. Konflik horisontal ini semakin memanas ketika
para tokoh pemuka agama sudah mulai ikut melakukan intervensi. Di sejumlah
titik dekat pengungsian, sekelompok biksu mengeluarkan selebaran berisi
peringatan kepada warga Myanmar untuk tidak bergaul dengan Muslim Rohingya.
Sementara selebaran lainnya berisi rencana untuk memusnakah kelompok etnis lain
di Myanmar. Lebih rumit lagi, ketika dua organisasi biksu terbesar di Myanmar,
Asosiasi Biksu Muda Sittwe dan Asosiasi Biksi Mrauk Oo menyerukan agar warga
Myanmar tidak bergaul dengan Muslim Rohingya. “Muslim Rohingya bukanlah
kelompok etnis Burma. Mereka akar penyebab kekerasan,” kata salah seorang
pemimpin biksu, Ashin Htawara dalam sebuah acara di London.
Direktur
Arakan Project LSM lokal, Chris Lewa, mengungkapkan “Biarawan Myanmar disebut
turut andil menyebarkan kebencian terhadap Muslim Rohingya. Beberapa tahun
terakhir, para biksu memainkan peranan dalam penolakan masuknya bantuan kepada
umat Islam,” Beberapa anggota badan kemanusiaan di Sittwe juga ikut
bersaksi bahwa sejumlah biksu ditempatkan dekat kamp pengungsi.
Mereka memeriksa setiap orang yang berkunjung lantaran khawatir akan memberikan
bantuan. Para pengamat mengatakan, biksu Myanmar terlihat memblokir bantuan
internasional yang ditujukan untuk pengungsi muslim. Di Sittwe misalnya, para
biksu menolak untuk mengizinkan masuknya bantuan internasional. Menurut mereka,
bantuan itu sangat bias. Amnesty Internasional mengatakan selepas bentrokan
Muslim Rohingya kerap mendapat serangan fisik. Bahkan tak jarang jatuh korban.
Ditolak dimana-mana
Diperkirakan,
sebanyak 800 ribu Muslim Rohingnya tinggal di Myanmar. Namun, pemerintah
menganggap mereka sebagai orang asing dan warga Myanmar juga menyebut mereka
pendatang haram dari Banghladesh. Kondisi Muslim Rohingnya semakin
mengkhawatirkan karena dunia tidak mempedulikannya. Bangladesh sendiri tidak
bersedia menampung mereka dengan alasan tidak mampu. Sehingga banyak pengungsi
Rohingya ke Bangladesh dipulangkan kembali begitu tiba di Bangladesh. Perdana
Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina, menyatakan negaranya tidak ingin ikut campur
soal nasib pengungsi Rohingya. Kekerasan dua bulan terakhir yang menimpa etnis
minoritas itu bagi dia urusan pemerintah Myanmar. Jangankan mendapat
perlindungan, diperlakukan layak saja sudah sangat beruntung. Setibanya di
pantai-pantai Bangladesh, mereka dikumpulkan dan dijaga ketat oleh aparat
bersenjata lengkap. Di bawah todongan senjata mereka dibariskan lalu diberi
nasi bungkus dan satu botol air minum.
Tentara
militer dengan menggunakan senapan serbu semi-otomatis yang biasa
digunakan dalam perang itu, kemudian menggiring mereka ke dermaga. Setelah itu
mereka disuruh naik ke sampan-sampan yang jauh dari layak untuk menyeberangi
lautan. Dengan tanpa belas kasihann sedikitpun para militer tersebut melakukan
perintah komandannya untuk memaksa para pengungsi itu untuk masuk ke sampan itu
lalu kembalilah ke laut.
Di Bangladesh
ditolak di Burma diusir, sehingga para Muslim tak berdaya terkatung-katung
di laut tidak tahu harus kemana. Tak peduli mereka mau kemana yang pasti
tidak merepotkan Bangladesh. Praktis Muslim Rohingya itu kebingungan harus
kembali ke mana. Sebab, di Myanmar mereka tidak diterima bahkan disiksa dan di
Bangladesh juga diusir-usir. Bahkan Presiden Myanmar Thein Sein mantan jenderal
militer itu mendukung kebijakan yang mendorong terjadinya penghapusan etnis.
Thein Sein mengatakan, sekitar 800 ribu etnis Rohingya harus ditempatkan pada
kamp pengungsi dan dikirim ke perbatasan Bangladesh. Lebih menyedihkan lagi
ketika pejuang demokrasi Myanmar sekaligus peraih Hadiah Nobel Perdamaian, Aung
San Suu Kyi memilih diam menghadapi kebijakan Presiden Thein Sein dalam
menyelesaikan kasus etnis Rohingya.
Saat ini
etnis Muslim Rohingya mungkin salah satu kelompok yang paling teraniaya di
dunia. Etnis Rohingya tak boleh ada di Myanmar dan tidak
diterima di bangladesh. Tak ada pilihan selain naik sampan dan akhirnya
terkatung-katung di samudera luas. Banyak di antara mereka yang gagal
menaklukan ganasnya samudera sehingga harus tewas dan dikuburkan di lautan.
Mudah-mudahan doa para teraniaya itu dapat menyelematkan mereka atas
upaya manusia tidak berperikemanusiaan untuk membasminya di muka || demokrasiindonesia.com
Sejarah Pembantaian Etnis Muslim Rohingya
Reviewed by Yudi Official
on
Mei 22, 2015
Rating:
Tidak ada komentar: