Menipu atau ditipu, ini telah
menjadi sejarah tersendiri bagi Aceh semenjak datangnya penjajahan Belanda ke Aceh, lihai menipu dan usai
kemerdekaan seringnya ditipu telah menjadi konsumsi masyarakat Aceh, jika pada masa penjajahan Belanda, Aceh lihai menipu
sebagai taktik perang dalam melawan Belanda, pasca kemerdekaan, Aceh ditipu
oleh pemerintah Indonesia dan berulang kali terjadi sampai saat ini pasca
perjanjian MoU Helsinky tahun 2005 silam, janji pemerintah pusat terhadap hak
Aceh tidak juga dipenuhi sebagaimana kesepakatan. Mulai Presiden Soekarno
sampai pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), apa yang dijanjikan
oleh pemerintah pusat terhadap Aceh tak kunjung dipenuhi secara iklas oleh
pemerintah pusat, maka dari itu keluarlah istilah “Aceh bagaikan ular yang
ekornya tetap diikat”.
Ditipu
Sejarah telah mencatat, ketika
Daud Beureueh meminta Presiden Soekarno agar khusus untuk Aceh diberlakuan
syariat Islam. Soekarno menyetujuinya. Aceh diberi hak berlaku syariat Islam.
Namun Daud Beureueh dalam permintaannya ini harus dibuat dalam bentuk perjajian
tertulis, Soekarno dengan gaya pemain film berlinang air mata bahkan bersumpah
akan mewujudkan permintaan tersebut, kemudian yang terjadi, Soekarno
mengingkari janjinya, padahal kontribusi Aceh untuk Indonesia pada saat itu
sungguh luar biasa, ketika Soekarno meminta bantuan kepada masyarakat Aceh
untuk membeli pesawat dengan waktu yang tidak lama masyarakat Aceh mampu
memenuhi keinginan Soekarno, yang kemudian lahirlah Dakota RI-001 Seulawah,
bukan hanya itu, konon katanya Aceh membeli obligasi senilai puluhan kilogram
emas yang rencananya digunakan untuk membangun Bank Pemerintah Indonesia,
kemudian karena tidak jelas peruntunnya, Aceh tidak mendapatkan kontribusinya.
Keinginan masyarakat Aceh tak kunjung dipenuhi oleh
pemerintah pusat, sehingga pemberontakan pemberontakan kembali terjadi,
lahirlah konflik konflik di Aceh sampai yang terakhir disebut Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) dibawah pimpinan Hasan Tiro, pada tahun 2005 setahun usai Tsunami
besar yang melanda Aceh, terjadilah perjanjian perdamaian yang disebut MoU
Helsinky. Perjanjian tersebut melahirkan Undang Undang Pemerintah Aceh (UUPA),
nasib UUPA pun kini diujung tanduk, kesepakatan kesepakatan yang dibuat oleh
Pemerintah Indonesia tak kunjung dipenuhi sampai lengsernya Presiden SBY,
padahal perjanjian MoU Helsinky dilaksanakan dibawah kepemimpinan SBY dan kini
sudah berusia 9 tahun, tapi turunan UUPA masih banyak yang belum disahkan dan
disetujui oleh pemerintah pusat.
Turunan UUPA
yang masih belum disahkan adalah Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang
Kewenangan Pemerintah yang bersifat nasional di Aceh, RPP tentang Pengelolaan
Bersama Minyak dan Gas Bumi, dan Rancangan Peraturan Presiden tentang pengalihan
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Aceh dan Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota menjadi perangkat Daerah Aceh dan Perangkat Daerah
Kabupaten/Kota. Aturan turunan UUPA
seharusnya sudah diselesaikan dua tahun setelah undang-undang itu mulai diberlakukan
mulai tahun 2006. Nyatanya, hingga SBY lengser dari kursi kepresidenan SBY lagi
lagi memberi kado terpahit yang harus diterima oleh Aceh untuk kesekian kalinya.
Bola panas (Turunan
UUPA) itu kini beralih pada Presiden
baru, yaitu Jokowi, yang terpilih sebagai Presiden menggantikan SBY, apakah
kemudian ia akan memenuhi hak hak Aceh sebagaimana kesepakatan Pemerintah Pusat
dengan GAM tahun 2005 silam atau akan kembali terulang sejarah, Aceh penipu
yang ditipu.
Meski harapan besar
masyarakat Aceh seluruh perjanjian MoU Helsinky dipenuhi pada masa pemerintahan
SBY, karena ia adalah pelaku dan lebih memahami isi perjanjian tersebut, namun
ia tak kunjung memenuhi janjinya. Harapan selanjutnya Aceh serahkan kepada
pemerintahan Jokowi, tapi apakah kemudian ia akan kembali mengulang sejarah
Soekarno, Soeharto, Gusdur, Megawati, SBY, hanya waktu yang akan menjawab semua
pertanyaan tersebut.
Menipu
Kenapa pasca kemerdekaan
Indonesia, Aceh ibarat harimau yang kehilangan gigi taringnya, taktik perang
dan tipu muslihatnya yang digunakan oleh Aceh untuk mempertahankan keutuhan
bangsa, harkat dan martabatnya kini tidak lagi sehebat ketika Aceh melawan
penjajahan. Pasca kemerdekaan Aceh hanya menjadi objek untuk ditipu, sedangkan
Aceh tidak mampu menggunakan taktik tipu muslihatnya untuk melawan pemerintah
Indonesia, kegigihan dan patriotisme masyarakat Aceh dalam melawan penjajahan
bangsanya tidak lagi digunakan untuk melawan pemerintah Indonesia.
Kapan Aceh harus bangkit
dari kuburnya, menggunakan tipu muslihatnya melawan segala bentuk penipuan yang
dilakukan oleh Pemerintah Pusat terhadap Aceh, jika masih mati sudah waktunya
untuk bangkit meskipun menjadi mumi sekalipun, karena Aceh tak mungkin harus
menunggu waktu yang tak kunjung datang, memasuki usia 9 tahun perjanjian MoU
Helsinky, hak hak Aceh yang terdapat dalam perjanjian tersebut masih belum
kunjung dipenuhi dari waktu yang sebenarnya 2 tahun dimulai dari tahun 2006.
Apakah kita kehilangan
indetitas, sebagai bangsa yang terhormat dan melakukan apapun demi menjaga
harkat dan martabat Aceh dari segala jajahan, jika ia, berarti kita bukan lagi
keturunan Sultan Iskandar Muda, Cut Nyak Dhien, Teuku Umar, Teungku Chik Ditiro
dan berbagai pejuang pejuang Aceh yang pernah mengangkang melawan penjajahan
bangsanya. Kita hanyalah tersisa dari keturunan keturunan yang diam ketika Aceh
dijajah pada masa itu.
Aceh Penipu Yang Ditipu
Reviewed by Yudi Official
on
November 11, 2014
Rating: