Berawal dari penggerebekan Galeri Kafe Musik di Simpang Lima
Banda Aceh yang berlanjut pada isu penerapan jam malam bagi perempuan kemudian
dilanjut dengan pemberitaan Serambi Indonesia yang berjudul "DPRK Minta
Pemko Terapkan Jam Malam" yang diterbitkan pada Selasa, 26 Mei 2015
mendapat respon pro kontra dari masyarakat Kota Banda Aceh, meski sebenarnya
kejadian tersebut tidak berhubungan, namun isu yang bermunculan seolah olah
saling berhubungan antara penerapan Jam Malam dengan hasil penggerebekan Galery
Cafe Musik tersebut.
Aturan jam malam membuat anak anak muda kota Banda Aceh membullying Walikota melalui media social Twitter dengan hastag #BandaAcehMasukAkal dan
sempat masuk dalam trending topics nasional. Adanya hastag tersebut membuat isu
semakin mencuat dan tak kalah berbagai organisasi ikut andil mengeluarkan
statmentnya, baik yang mendukung kebijakan tersebut, maupun yang tidak
mendukung. Isu yang kian liar tersebut membuat BEM Unsyiah, KAMMI dan LDK
Unsyiah ikut nimprung untuk membahasnya dengan menghadirkan Walikota dalam
agenda diskusinya.
Tidak sampai disitu, ditingkat Nasional istilah Jam Malam
semakin liar, bahkan Jusuf Kalla ikut mengomentari tentang penerapan jam malam
tersebut “Tentu kita tidak bisa menganggap bahwa
wanita itu ada masalah malam hari, harus dipertimbangkan seperti itu, harus
lihat kasusnya. Tentu wanita Aceh sangat arif untuk mengatur itu sebaik
baiknya. Tidak semua itu masalah terjadi di luar, kita harus perhatikan juga
masalahnya. Jadi saya kira akan arif, akan dipertimbangkan yang sebaik-baiknya”. Dan bahkan beberapa Menteri juga ikut nimbrung
mengomentari tentang jam malam tersebut seperti menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohanna Yembise, Menteri Dalam Negeri
Tjahjo Kumolo, Menteri Sosial
(Mensos) Khofifah Indar Parawansa dan
beberapa tokoh nasional lainnya.
Dari sekian banyak tokoh nasional yang mengomentari
tentang jam malam, hanya Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa yang menyambut
baik tentang instruksi tersebut "Saya sepakat karena itu tidak berlaku
general, tetap ada pengecualian bagi mereka yang bekerja di tempat-tempat yang
membutuhkan mereka bekerja sampai dini hari, misalnya di pasar induk. Jam malam
itu pukul 23.00 WIB. Saya baru beberapa waktu lalu dari Aceh. Artinya,
perempuan itu jangan duduk-duduk di kafe sampai tengah malam"
Adanya polemik atas jam malam oleh masyarakat kota Banda
Aceh menjadi perhatian serius Walikota, yaitu mengklarifikasikan atas isu yang
sudah mencuat tersebut dengan menggelar diskusi oleh
Jaringan Survey Inisiatif di Aula Balai Kota bertema “Simpang Siur Instruksi Walikota Banda Aceh
Terhadap Jam Malam”. Diskusi tersebut membuat Walikota mampu mengcounter
isu yang selama ini simpang siur terhadap intruksi pemberlakuan jam malam.
Lahirnya intruksi tersebut
berawal dari instruksi Gubernur Aceh Nomor 02/INSTR/2014 tentang Penertiban
Cafe dan Layanan Internet se Aceh, Intruksi ini disampaikan kepada Wali
Kota/Bupati se Aceh. Atas dasar surat tersebut, kemudian Pemko Banda
Aceh melakukan kajian lebih dalam yang akhirnya menuangkan dalam Instruksi Wali
Kota Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pengawasan dan Penertiban Pelayanan Tempat
wisata/rekresai/hiburan, Penyedia layanan internet, cafe/sejenisnya dan sarana
olahraga di Banda Aceh dengan 17 poin di dalamnya.
Poin ke 13 dalam intruksi
tersebut berbunyi “Mengawasi pemabatasan jam kerja hingga pukul 23.00 WIB bagi
karyawati pada tempat wisata/ rekreasi/hiburan, penyedia layanan internet,
cafe/sejenisnya dan sarana olahraga”
yang kemudian muncul istilah “Jam Malam Bagi Perempuan”.
Setelah adanya klarifikasi
terhadap istilah jam malam yang menjadi polemic tersebut, kemudian para anak
anak muda yang dalam beberapa hari ini gentar mempolitisasi istilah jam malam
dengan menghajar Walikota mulai menciut.
Bahkan saya pribadi terheran
heran melihat tingkah laku yang diperankan oleh kalangan anak muda mayoritas
politisi (Politik Taik Sapi) tersebut. Strategi politik apa yang di desain sehingga
menjadi gol bunuh diri bagi mereka, mencuatnya isu jam malam bagi perempuan dan
ditambahnya adegan politik dalam isu tersebut malah membuat Walikota semakin
naik daun karena didukung penuh oleh para tokoh agama dan kenyataannya mayoritas
masyarakat Aceh tidak suka urusan Syariat diguyonkan dan dipolitisasi dengan
berbagai alibi, apalagi penerapan jam malam tersebut sudah sangat sesuai dengan
local wisdom Aceh.
Yang saya sesalkan adalah
munculnya istilah “Kelompok Anti Syariat Islam” meski saya yakin dan percaya,
bahwa permasalahan “Jam Malam” ini hanyalah persoalan sudut pandang yang
berbeda beda dan semua masyarakat Aceh pada dasarnya sangat mencintai Islam dan
Syariatnya.
Karena “Jam Malam” Banda Aceh Kian Liar
Reviewed by Yudi Official
on
Juni 15, 2015
Rating:
Tidak ada komentar: