Saya sengaja memilih judul di atas. Sebab
ketika saya menulis tulisan ini, judul di atas tengah menjadi salah satu hastaq
di twitter yang sempat menjadi trending topic nasional (#BandaAcehMasukAkal).
Semuanya berawal dari rencana pemerintah kota tentang pemberlakuan jam malam
bagi perempuan. Ide ini dianggap tidak masuk akal di tengah deretan persoalan
Banda Aceh yang belum juga berhasil diselesaikan. Netizenpun meradang.
Dalam kicauannya mereka menyoroti banyak
persoalan Banda Aceh yang seharusnya menjadi prioritas utama untuk
diselesaikan. Mulai dari krisis air bersih, penerangan jalan, kemacetan,
masalah sampah, kemiskinan, parkir liar hingga public transport. Meski harus
diakui beberapa kicauan tampaknya tidak lagi relevan. Seperti salah satu
netizen yang mempersoalkan letak dua pasar megah yang berada dekat dengan dua
mesjid besar. Pemadaman listrik yang jelas-jelas bukan ranahnya pemko atau kicauan yang mempertanyakan
mengapa hanya untuk acara zikir, pemko harus mengundang Ustad dari Jakarta,
apakah Ustad dari Aceh tidak lagi mumpuni. Untuk masalah terakhir saya tidak
tau netizen tersebut mengikuti zikir yang mana.
Harus diakui Banda Aceh termasuk salah satu
daerah yang pertumbuhannya terus menggeliat. Memang tidak semaju kota besar
lain di Indonesia. Tapi satu langkah lebih maju dari kondisi sebelumnya dan
beberapa langkah dari kabupaten kota lain di Aceh. Pasca tsunami dan konflik,
wajah Banda Aceh terus berbenah. Hotel semakin banyak didirikan, warung kopi
terus menjamur, cafe dan tempat karoke juga tak kalah banyaknya. Akibatnya
malam-malam kota Banda Aceh yang dulunya sepi kini semakin ramai. Jika saat
konflik batas waktu keluar rumah adalah pada saat magrib maka kini geliat
kehidupan malam Banda Aceh terus menyala hingga menjelang pagi. Salah satu dampaknya
adalah budaya dan kebiasaan yang bergeser atau semakin terkikis.
Misalnya keikutsertaan perempuan duduk di
warung kopi yang dulu tidak pernah terjadi (jarang dilakukan). Budaya ngopi
atau kongkow yang tak mengenal waktu yang kini juga semakin digemari oleh kaum
perempuan. Atau realita lain yang tidak dapat ditampik tentang perokok
perempuan yang menghiasi beberapa sudut cafe. Fakta ini dianggap mencedrai
keacehan. Tradisi Aceh yang dipahami memang tidak terlalu mengakomodir
aktifitas perempuan pada malam hari di luar rumah. Beranjak dari kondisi inilah
gagasan pemberlakuan jam malam didengungkan.
Saya punya cerita. Suatu malam seusai
berolahraga saya berhenti di salah satu gerobak yang menjual burger di kawasan
Lamprit. Saat itu waktu sudah mendekati pukul 12 malam. Saat saya melihat
daftar menu saya kaget karena di deretan bangku dengan pencahayaan temaram ada tiga orang anak yang tengah
menyantap burger sambil sesekali berbincang. Dua perempuan dan satu laki laki.
Dari penampilannya mereka termasuk anak gaol di sekolahan. Sementara dari
postur saya perkirakan jika mereka masih duduk di kelas dua atau tiga smp.
Pandangan coba saya kitari ke beberapa sudut. Untuk memastikan apakah mereka
pergi bersama keluarga.
“Mereka cuma bertiga bang. Duduk dari tadi
ngak pulang-pulang” kata salah seorang penjual.
“Kenapa ngak ditegur atau setidaknya ditanya
kenapa belum pulang” tanya saya
“Ngak berani bang, kami kan cuma jualan.”
Tidak tinggal diam saya pun melihat mereka
dengan pandangan agak tajam. Saya tunggu beberapa saat sebelum harus mendekati
dan menegur mereka. Ternyata sadar diperhatikan merekapun pulang. Saya berpikir
ini anak siapa, dimana orang tuanya. Kenapa anak gadis dan laki laki yang
tengah tumbuh dibiarkan berada di luar rumah hingga selarut ini.
Cerita di atas adalah satu fenomena yang kini
telah terjadi dan mulai mewabah di Banda Aceh. Orang tua acuh dan kontrol
sosial yang semakin hilang. Lalu perlukah jam malam itu diberlakukan.
Saya menjawab perlu!! Alasannya adalah sejak lama masyarakat Aceh terbiasa
menghabiskan waktu malamnya di rumah. Sebelum magrib semua sudah harus berada
di dalam rumah. Waktu dihabiskan dengan shalat berjamaah, ngaji bersama, makan
malam dan berbincang. Saya memahaminya sebab setidaknya ini yang berlaku ketat
dalam keluarga saya.
Berkumpul bersama keluarga saat malam hari
memiliki dampak yang besar. Disinilah kesempatan orang tua mendengar cerita si
anak. Apa saja aktifitas yang mereka lakukan sepanjang hari hingga masalah apa
yang tengah mereka hadapi. Berkumpul bersama adalah kesempatan bagi orang tua
untuk memberikan nasehat dan petuah.
Selain itu bukankah jika malam tiba, rumah
adalah tempat yang paling aman. Harus diakui malam hari adalah waktu yang
paling rentan terhadap keselamatan. Oleh sebab itu mengapa dalam konteks agama,
perempuan yang hendak berpergian harus selalu ditemani oleh mahramnya.
Agar si perempuan terus berada dalam pengawasan dan perlindungan. Ini sekaligus
menujukkan bagaimana perempuan dalam pandangan Islam adalah makhluk terhormat
dan berderajat tinggi hingga harus di kawal dan dilindungi! Namun faktanya
banyak perempuan yang lebih suka pergi sendirian hingga larut malam. Padahal
ini sangat berbahaya.
Tetapi andai saja peraturan ini tetap
diterapkan maka saya ingin menyampaikan beberapa masukan. Menurut hemat saya,
aturan ini tidak boleh hanya menyasar perempuan sebagai objek. Sebab hal
tersebut akan dapat diterjemahkan secara bebas tanpa batas. Hingga kemudian
sebagian menganggap perempuan adalah sumber masalah sehingga harus “dikurung”
di dalam rumah.
Oleh karena itu aturan ini harus juga
diberlakukan bagi laki laki khususnya mereka yang masih bersekolah. Cafe,
warkop, warnet atau apapun jenis tempat yang biasa digunakan untuk berkumpul
harus memiliki aturat ketat. Pelayanan bagi pelajar tidak boleh dilakukan di
atas jam 10 malam. Sebab seharusnya di jam tersebut mereka sudah berada di
rumah. Tidur nyenyak agar besok pagi tidak terlambat bangun untuk bersekolah.
Selain itu melihat pentingnya berkumpul
bersama, maka pemberlakuan jam malam juga sepatutnya diberlakukan kepada orang
tua khususnya Ayah. Ayah juga harus faham jika keberadaannya di tengah keluarga
menjadi penting. Ayah adalah simbol pelindung dalam keluarga. Bagaimana bisa
seorang Ayah berjaga di warung kopi hingga larut malam hanya sekedar menikmati
segelas kopi atau bahkan hanya sekedar main batu. Ayah harus memahami jika
malam hari adalah waktu baginya berada di rumah sebab di sana ada anak-anak dan
istri yang menunggu untuk diperhatikan dan dilindungi. Jika saat pagi semua
berpisah untuk berangkat ke sekolah, kantor
atau tempat usaha, maka malam hari adalah saat tepat untuk berkumpul. Lalu
kalau sang Ayah menghilang dan kembali saat menjelang pagi dimana teladan yang
ingin ditunjukkan.
Tak bisa ditampik sekeras apapun upaya
pemberlakuan jam malam maka ini akan tetap sia-sia jika tidak didukung oleh
orang tua. Harus diakui jika orang tua lah yang memiliki wewenang penuh dalam
mengontrol anak-anaknya. Mereka harus resah ketika saat magrib tiba anak-anak
belum berada di dalam rumah. Bahkan orang tua juga harus menolak jika anak
gadisnya dijemput seorang pria “asing”. Karena
banyak juga orang tua yang santai dengan masalah ini pada awalnya lalu
panik ketika anak gadisnya tidak pernah kembali.
Lalu bagaimana dengan mereka yang jauh dari
keluarga dan orang tua. Maka siapapun yang menampung mereka juga harus
bertanggung jawab termasuk pemilik kost. Mereka yang berbisnis rumah kost tidak
bisa lagi hanya berorientasi pada “peng tameung” alias duit masuk. Gampong
harus memiliki produk hukum (reusam) yang mengatur masalah rumah kost. Harus
diakui banyak rumah kost yang hanya didatangi pemilik saat jatuh tempo. Rumah
kost tidak dikontrol dan diawasi sehingga kerap dijadikan tempat mesum.
Kalau kemudian semua pihak terlibat
serta berjalan dengan baik maka pemerintah tidak perlu repot –repot
menggelar razia. Sebab di jam malam tersebut tidak ada lagi hal-hal yang patut
dikhawatirkan. Dengan demikian Pemerintah punya banyak waktu dan kesempatan
untuk menyelesaikan pekerjaan lain. Seperti masalah distribusi air bersih
yang hingga kini belum juga selesai, penyediaan ruang terbuka hijau yang masih
sangat terbatas, jalan mulus, kota bebas banjir, kota bersih dari sampah dan
pekerjaan lain yang masih harus diburu untuk diselesaikan. Hingga semuanya akan
bermuara pada kondisi Banda Aceh yang lebih Masuk Akal || Penulis : arielogis.com
Banda Aceh Masuk Akal Dan Rencana Jam Malam
Reviewed by Yudi Official
on
Juni 02, 2015
Rating:
Tidak ada komentar: