Tarmizi
Abdul Karim atau sering disebut Tarmizi Karim, Putra Aceh kelahiran Lhoksukon
pada 24 Oktober 1956 ini
bisa dikatakan 1 dari sekian banyak putra Aceh yang sukses di Ibu Kota Jakarta.
Berbicara tentang pengalaman dan karirnya tidak dapat disepelekan, ia telah
banyak mendapatkan posisi penting mulai dari Bupati
Aceh Utara, Kepala Bappeda Provinsi Aceh, Wakil Ketua BKPMD, Staf Ahli Mendagri
bidang Ekonomi dan Keuangan, Pejabat Gubernur Kalimantan Timur, Kepala Bagian
Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Dalam Negeri, Pejabat Gubernur Aceh, Irjen
Kemendagri RI, dan Pejabat Gubernur Kalimantan Selatan. Mungkin ia juga
satu-satunya Putra terbaik Aceh yang pernah menjadi Pejabat Gubernur sebanyak 3
kali, atau bahkan mungkin satu-satunya di Indonesia, bahkan ia juga
satu-satunya Calon Gubernur Aceh yang sedang melanjutkan kuliah pogram doctor
(S3).
Segudang
pengalaman birokrasi pemerintahan yang ia miliki tentu menjadi bekal untuk
sebuah keinginannya yaitu “Kerja Membangun Aceh”. Keinginannya untuk pulang ke
Aceh dan mencalonkan diri sebagai Gubernur Aceh menjadi pertanyaan penting yang
selama ini timbul di masyarakat, apalagi melihat karirnya di Ibu Kota Jakarta
saat ini terbilang cukup gemilang, bahkan bukankah selama ini kita orang Aceh
berlomba-lomba untuk berkarir di Ibu Kota, tapi mengapa se orang Tarmizi malah
memutuskan kembali ke Aceh ?.
Bisa
jadi, itulah keinginan terakhir seorang Tarmizi yaitu “Kerja Membangun Aceh”.
Baginya mungkin betapapun gemilangnya karir dirinya ia tetap merasa tak cukup
jika dirinya belum bekerja membangun Aceh, atas tujuan itulah mungkin ia
memutuskan untuk kembali ketanah kelahirannya dan menggunakan segenap kemampuan
dan pengalamannya untuk membangun negeri yang ia cintai yaitu Aceh.
Jika
ia mengejar kekuasaan, jika ia mengejar karir, jika ia mengejar kenyamanan,
maka Ibu Kota Jakarta telah menyediakan tempat untuknya. Kita mengetahui betul
bahwa posisi Tarmizi Karim di Ibu Kota Jakarta memiliki apa yang dia inginkan,
tapi yang diputuskan oleh seorang Tarmizi Karim hari ini adalah pulang ke Aceh
untuk mencalonkan dirinya sebagai Gubernur Aceh demi sebuah keinginannya dan
pengabdiannya untuk Aceh.
Se
orang Tarmizi, dengan segudang pengalamannya paham betul tentang kondisi Aceh pasca
MoU Helsinky, apalagi pengalamannya di Kemendagri yang selalu berurusan dengan
daerah. Trilyunan rupiah anggaran setiap tahunnya tapi tidak mampu
mensejahterakan Aceh, bahkan APBA kita lebih besar dari pada Sumatera Utara,
tapi indeks kemiskinan malah berada paling bawah sesumatera, 11 tahun
perdamaian, trilyunan rupiah dihabiskan tiap tahun dengan bantuan pusat tapi
tak mampu membawa masyarakat Aceh bangkit dan mencapai kesejahteraan,
inilah yang menjadi alasan kuat ia Tarmizi sudah saatnya menggunakan
kemampuan dan pengalamannya untuk Aceh agar tidak mengalami keterpurukan yang
lebih parah lagi.
**
Lalu
kemudian Zaini Djalil, ia adalah Ketua Partai NasDem Aceh dan juga sekaligus
Advokat senior di Aceh. Pria kelahiran 3 Agustus 1968 ini bukanlah pendatang baru di
perpolitikan Aceh dan pernah juga menjadi anggota DPR Aceh, pria murah senyum
ini dikenal sebagai orang yang sangat ramah dan mudah bergaul dengan siapa
saja. Kesuksesan NasDem di Aceh yang ia nahkodai menjadi sebuah bukti
bagi dirinya bahwa ia adalah sosok yang mampu dan memiliki kapasitas untuk
memimpin Aceh, atas dasar itu pula Surya Paloh Ketua Umum Partai NasDem
mengutuskan Zaini Djalil untuk mendampingi Tarmizi Karim sebagai Calon Wakil
Gubernur Aceh.
Pengalamannya tentang hukum dipandang akan mampu
menyelesaikan berbagai persoalan yang belum terlaksana dengan baik di Aceh
seperti penjanjian MoU Helsinky dan UUPA. Kemudian kedekatannya dengan Surya
Paloh juga menjadi modal untuk membangun hubungan baik dengan pemerintah pusat,
karena Surya Paloh selama ini dikenal sebagai politisi yang sangat dekat dengan
pemerintah pusat dan begitu pula dengan Tarmizi Karim.
Aceh butuh pemimpin yang cerdas agar mampu mengambil
keputusan yang benar dan pembangunan yang tepat sasaran, Aceh butuh pemimpin
yang mengerti hukum agar persoalan-persoalan aturan-aturan hukum di Aceh
terselesaikan secepatnya di Aceh, mengingat perjanjian MoU Helsinky sudah 11
tahun lamanya dan persoalan aturan hukum terkait kewenangan Aceh malah belum
sepenuhnya terpenuhi dan pasangan Tarmizi Karim dan Zaini Djalil merupakan
kombinasi yang ideal untuk menjawab berbagai persoalan yang dialami oleh Aceh
selama ini.
Sudah waktunya rakyat Aceh bangun dari tidurnya dan melihat
dengan mata hati, sampai kapan kita terbelenggu dengan berbagai problematika
yang tak terselesaikan di Aceh hanya karena memilih yang bukan ahlinya.
Mengenal Tarmizi Karim Dan Zaini Djalil
Reviewed by Yudi Official
on
Agustus 09, 2016
Rating: