Keberadaan suku Mante di pedalaman hutan-hutan Aceh memang
telah menjadi isu yang sangat-sangat lama. Karena saking begitu lama hingga
menjadi mitos atau isapan jempol di masyarakat Aceh saat ini, perbincangan suku
‘mistis’ ini hanya sempat populer di beberapa era baik masa raja-raja Kerajaan
Aceh Darussalam dan juga masa penjajahan Belanda.
Ada sebagian orang yang menyebutnya dengan istilah kata
Mante. Istilah ini sempat diperkenalkan oleh orientalis Belanda, Snouck
Hurgronje. Ada juga yang menyebut dengan nama Bante. Sedangkan sebutan lainnya
Aneuk Coh-coh (warga Pidie) seperti yang pernah dimuat dalam Harian Waspada
secara berseri pada bulan Oktober 2012 lalu.
Beberapa kliping dari Harian Waspada tentang suku Mante
masih saya simpan hingga kini. Dalam tulisan di harian tersebut, keberadaan
suku Mante sempat dipertanyakan, namun fakta dari sejumlah temuan warga, baik
yang pernah disebutkan di daerah pedalaman hutan belantara Pidie membuktikan
bahwa populasi dari suku ini kemungkinan besar sangat tipis.
Selain di Harian Waspada, dua tahun silam ini tentu kita
bisa melihat kembali atau kroscek kembali beberapa puluh tahun silam. Pada
Harian Kompas (18 Desember 1987) yang pernah menurunkan berita keberadaan suku
Mante di daerah pedalaman Aceh.
Jika sebagian masyarakat di Aceh Besar sempat menyebutkan
bahwa keberadaan suku Mante ada di pedalaman hutan belantara, hal ini mendasar
dari apa yang pernah dituliskan oleh Snouck dalam buku “De Atjehers”, walaupun
dia tidak pernah melihat sendiri melainkan hanya dari omongan warga.
Tidak hanya itu, buku “Aceh Sepanjang Abad” dari Mohammad
Said juga pernah menyebutkan suku Mante ini sebangsa keturunan dari orang-orang
asli di Malaysia.
Hal tersebut diperkuat dari catatan James A. Matisoft yang
diketahui bahwa orang asli di Malaysia telah bermigrasi setidaknya sejak 6.000
tahun yang lalu. Sementara, maksud dari orang asli ini menurut Paul Sidewell
termasuk dalam bangsa Mon-Khmer. Dan telah terbukti sekarang bahwa banyak
kata-kata bahasa Aceh yang termasuk dalam rumpun bahasa Mon-Khmer.
PENGAKUAN WARGA TENTANG SUKU MANTE
Mante dikenal sebagai kelompok masyarakat yang berkelana
dari hutan ke hutan daerah pedalaman atau pegunungan di Aceh Tenggara dan Aceh
Tengah, jika merunut penuturan lainnya juga berada di daerah Pidie sekitaran
Tangse. Masyarakat suku terasing ini nampaknya masih bertahan di kawasan hutan
belukar sampai sekarang.
Dari sekian banyak pengakuan tentang keberadaan suku Mante
ini sering dituturkan oleh pawang hutan, dan anggota GAM yang pernah tinggal di
hutan, tidak sedikit juga para mahasiswa pecinta alam yang melakukan ekspedi ke
gunung-gunung di Aceh juga bertemu dengan kelompok orang-orang yang disebut
mempunyai postur tubuh kecil tersebut.
“Semula saya masih agak ragu, apa mereka benar-benar orang
Mante, maka saya tak berani mengungkapkannya,” kata Gusnar Effendy (72) seperti
pernah dimuat Harian Kompas tahun 1987 silam. Tetapi setelah ia beberapa kali
berjumpa dengan rombongan suku tersebut, ia semakin yakin bahwa keberadaan suku
yang pernah “hilang” ini benar-benar bukan khayalan.
Menurut Gusnar waktu itu, kelompok atau suku Mante yang
ditemukannya hidup di belantara pedalaman Lokop, Kabupaten Aceh Timur. Kecuali
itu Gusnar juga pernah berjumpa dengan mereka di hutan-hutan Oneng, Pintu
Rimba, Rikit Gaib di Kabu¬paten Aceh Tengah dan Aceh Tenggara. “Umumnya,
tinggal di gua-gua celah gunung. Kalau siang hari berada di alur-alur sungai
dalam lembah,” katanya.
Gua yang dijadikan tempat tinggal kelom¬pok terasing ini
dinamakah Gua Beye, Jambur Atang, Jambur Ketibung, Jambur Ratu dan Jambur
Simpang.
Sejarawan Aceh, Prof Ibrahim Alfian, pernah menyebutkan
dalam Kamus Gayo-Belanda susunan Dr GAJ Hazen, terbit tahun 1907, istilah Mante
digunakan untuk sekelompok masyarakat liar yang tinggal di hutan. Sementara
pada Kamus Gayo-Indonesia tulisan antropolog Nelalatoa, panggilan Mante juga
disebutkan untuk memberi nama kelompok suku terasing setempat.
Ciri suku Mante menurut Abu Dahlan Tanoh Abee yang
diceritakan oleh Teuku Anwar Amir, berkulit coklat dengan postur tubuh sekitar
150-an centi meter serta memakai gelang di leher, dan anting pemberat di
telinga.
SUKU MANTE DAN KERUSAKAN HUTAN
Kerusakan hutan di Aceh yang merajalela telah membuat banyak
bencana hadir, tidak saja berdampak pada rusaknya lingkungan, melainkan juga
merusak hubungan antara makhluk hidup di hutan sana. Tidak jarang gajah,
harimau, dan sejumlah binatang lain harus mengungsi ke pemukiman warga.
Hal ini pula yang bisa mempengaruhi tentang keberadaan suku
Mante, kelompok yang hidup di hutan pedalaman juga akan mengalami krisis yang
serupa. Jika sejumlah pemaparan dan temuan telah didapatkan oleh masyarakat
setempat, bukan hal aneh jika para peneliti turun ke hutan-hutan pedalaman
untuk menemukan mereka dan menjalin kontak atau hubungan.
Kelangsungan hidup suku Mante tentu menjadi tanggung jawab
bersama, kalau saja bisa ditemukan seperti suku-suku pedalaman lainnya di Indonesia
tentu akan banyak informasi di dapat. “Jika betul ditemukan keberadaan
masyarakat Mante, itu sebuah berita besar. Semua pihak harus ikut turun
tangan,” kata Prof Dr Ibrahim Alfian.
Penemuan lainnya yang bisa dibilang mirip dengan suku Mante
ini, pernah ditemukan di daerah Jambi, Palembang, dan Lampung, dimana
masyarakat disana mengenal dengan sebutan ‘orang pendek‘, ditemukan bekas
kakinya di daerah pedalaman hutan.
Dari sejumlah paparan yang telah dijelaskan dan berita yang
pernah dipublikasi beberapa puluh tahun lalu, maka bisa dilihat penyebaran suku
Mante ini sejak dulu ada di pedalaman hutan Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Aceh
Timur, dan Pidie. Tidak menutup kemungkinan, perpindahan dan tidak menetap (no
maden) dari kelompok Mante ini bisa saja sudah menyebar ke daerah-daerah Aceh
lainnya.
Namun, pertanyaan sekarang masih adakah mereka ditengah
kelestarian hutan Aceh yang tidak lagi kondusif ini. Bagaimana dengan
kepedulian kita saat ini untuk memanusiakan sesama manusia? Apakah dengan
mengungkit kembali suku Mante ini hanya perkara yang lalu begitu saja dan
setelah itu hilang kembali di permukaan.
Tentu saja ini bukan perkara yang mudah untuk kita
selesaikan, jika peran masyarakat dan juga instansi serta pihak-pihak terkait
belum begitu sadar dan mau ikut sama-sama memberikan andil untuk mencari sosok
sekelompok manusia yang pernah disebut-sebut nenek moyang bangsa Aceh.
Wallahu’alam. || acehkita.com
Penulis adalah AULIA FITRI atau aulia87.wordpress.com.
Mengungkit Jejak Suku Mante Di Aceh
Reviewed by Yudi Official
on
April 25, 2015
Rating:
Tidak ada komentar: