Penghargaan
Untuk SBY
Pekan Kebudayaan Aceh ke VI baru saja dibuka
lansung oleh Presiden Republik Indonesia Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Kunjungan
SBY ke Aceh selama 2 hari selain untuk membuka Pekan Kebudayaan Aceh juga untuk
menerima penghargaan Doktor Honoris Causa (HC) yang diberikan oleh Universitas
Syiah Kuala. Tapi entah apa yang melatarbelakangi Unsyiah memberikan
penghargaan HC kepada Presiden SBY tersebut. Namun kabar yang saya ketahui
gelar tersebut diberikan kepada SBY mengingat atas jasa-jasanya dalam
mewujudkan perdamaian dan perhatian penuh memajukan pembangunan Aceh dan
Unsyiah menilai bahwa SBY banyak terlibat dalam setiap proses perdamaian baik
didalam maupun diluar negeri.
Atas kabar yang saya dengar tersebut timbul
sebuah pertanyaan apakah kita lupa atas peran Jusuf Kala dalam mencari solusi
atas perdamaian di Aceh. Banyak orang yang mengakui bahwa peran Jusuf Kala
lebih banyak dibandingkan peran SBY dalam menciptakan perdamaian di Aceh.
Jusuf Kalla yang ketika itu menjadi Wakil
Presiden mendampingi SBY berperan secara lansung dan menyentuh akar persoalan
sehingga tercipta sebuah perdamaian antara Aceh dan Indonesia. Ketika saat ini
Jusuf Kala tidak lagi menjabat Wakil Presiden mendampingi SBY, peran Jusuf
Kalla pun masih sangat dibutuhkan oleh Indonesia dan Aceh dalam setiap
penyelesaian konflik yang terjadi.
Ketika permasalahan bendera yang kembali
membuka benih-benih konflik antara Aceh dan Indonesia. Jusuf Kalla lagi lagi
dibutuhkan untuk menengahi konflik antara Aceh dan Pusat.
Kini Unsyiah telah memberikan gelar HC kepada
SBY, sedangkan Jusuf Kalla hanya menerima penghargaan dari hati rakyat Aceh
yang menilai lebih berjasa atas terciptanya pedamaian antara Aceh dan
Indonesia.
Pekan
Kebudayaan Aceh
Pekan kebudayaan Aceh yang menjadi ajang 4
tahunan tersebut kembali berpesta, acara yang dilaksanakan selama 9 hari
tersebut menyeguhkan berbagai macam perhelatan seni dan budaya. Para pengunjung
juga tidak mau ketinggalan dibeberapa ruas jalan menuju tempat PKA disesaki
oleh berbagai macam kendaraan. Macet pun tidak terhindari terjadi dimana mana
diseputaran tempat PKA.
Antusiasme pengunjung dalam menyemarakkan PKA
memang selalu terjadi pada setiap periode PKA dilaksanakan.
Pada setiap stand kabupaten/kota terlihat
memiliki panggung hiburan masing masing. Penyanyi yang ditampilkan pun berbeda
beda menurut adat dan kebudayaan di kabupaten/kota setempat. Panggung hiburan
tersebut dimaksudkan untuk menarik pengunjung pada stand kabupaten/kota
setempat.
Tapi dari setiap hiburan yang disuguhkan
dalam arena PKA tersebut apakah memang telah memenuhi maksud dan tujuan dari
penyelenggaraan PKA. Penyelenggaraan PKA yang pastinya tidak bermaksud pada
tujuan hiburan semata melainkan tujuan pada pelestarian budaya dan adat yang
ada di Aceh untuk melawan arus globalisasi yang semakin mengikis adat dan
budaya Aceh.
Namun pada kenyataannya dibeberapa Stand
kabupaten/kota terlihat penyuguhan hiburan yang jauh dari semarak syariat islam,
adat dan budaya, apalagi melihat semarak Pekan Kebudayaan Aceh. Hiburan hiburan
yang ditampilkan sama sekali tidak menyangkut dengan adat dan budaya yang ada
di Aceh bahkan ada yang terlihat panggung panggung yang menyuguhkan penyanyi
penyayi eksotis.
Apakah Pekan Kebudayaan Aceh hanya bertujuan untuk
memperlihatkan hiburan semata. Jika tidak tentunya hiburan hiburan yang tidak
berhubungan dengan adat dan budaya Aceh harus segera disingkirkan dari arena
PKA.
Karena PKA bukanlah Pekan Kehiburan Aceh akan
tetapi PKA adalah Pekan Kebudayaan Aceh.
Gelar HC Dan PKA Antara Budaya Atau Hiburan
Reviewed by Unknown
on
September 22, 2013
Rating: