Film
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk merupakan film yang diadaptasi dari novel
berjudul yang sama, karangan Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau dikenal dengan nama Buya Hamka, Novel yang sudah
dirilis sejak tahun 1938 tersebut baru kemudian di film kan pada tahun 2013
dengan disutradai oleh Sunil Soraya. Film maupun novel yang mengisahkan tentang
perbedaan latar belakang social yang menyebabkan kemudian menghalangi hubungan
cinta sepasang kekasih hingga kematian menjemput Hayati dengan tenggelamnya
kapal Van Der Wijk yang sedang berlayar dari Surabaya menuju Padang tanah
kelahiran Hayati. Film yang dibintangi oleh Pevita (Hayati), Herjunot Ali
(Zainuddin), Reza Rahadian (Azis) dan Randy Danistha (Muluk) merupakan karya
termahal yang pernah diproduksi oleh Soraya Intercine Films, apalagi
properti-properti yang digunakan merupakan produksi lama dan proses penciptaan
film ini menghabiskan waktu kurang lebih 5 tahun, tentu saja ini merupakan
karya brilliant yang membuat penonton terlarut dalam cerita haru dalam film
ini.
Film
yang dialog dan penuturan kata logat minang dan Makassar membuat film ini
sangat dinikmati oleh para penonton, apalagi budaya minang yang dianggap
dikenal sebagai budaya yang suka melantukan kata-kata pantun dan gurindam.
Meskipun kisah yang ada dalam film tersebut merupakan karya fiksi, tapi
ternyata cerita kapal Van Der Wijk yang diceritakan dalam kisah film tersebut
merupakan kenyataan, kapal tersebut memang benar tenggelam ditahun 1936
dipesisir perairan Lamongan Jawa Timur, bahkan di Desa Brondong, Kabupaten
Lamongan, Provinsi Jawa Timur, ada sebuah monumen bersejarah bernama Monumen
Van Der Wijck. Monumen tersebut dibangun pada tahun 1936 sebagai tanda
terima kasih masyarakat Belanda kepada para nelayan yang telah banyak membantu
saat kapal yang namanya diambil dari nama Gurbenur Jenderal Hidia–Belanda itu
tenggelam, tapi tenggelamnya kapal tersebut bukan seperti dalam cerita film
tersebut yang perjalanan Surabaya menuju Padang, tapi tenggelamnya kapal
tersebut saat dari Bali menuju ke Semarang.
Zainuddin
adalah pria kelahiran Makassar yang bapaknya berasal dari Padang Panjang
sedangkan ibunya berasal dari Bugis Makassar, perkawinan beda suku inilah yang
menjadi masalah utamanya sehingga ia di Makassar dianggap orang Minang karena
disana bernasabkan garis keturunan Bapak, sedangkan di Minang malah
kebalikannya ia dianggap orang Bugis, karena di Minang bernasabkan garis
keturunan Ibu, oleh sebab itu para pemuka adat menganggapnya ia tidak lagi
memiliki pertalian darah dengan minang. Oleh sebab itu, dua kebudayaan berbeda
yang membuat ia terhempas asal usulnya. Kepulangannya kekampung Bapaknya
menjadi cikal bakal pertemuannya dengan Hayati, seorang gadis yatim piatu
berketurunan bangsawan yang di asuh oleh pamannya, kedekatan Hayati dan
Zainuddin lama kelamaan tercium oleh keluarga Hayati, bahkan orang orang
kampung mulai membicarakan kedekatan dua remaja ini, Zainuddin yang dikenal
sebagai pria baik dan ramah ini akhirnya terpaksa meninggalkan kampung tersebut
dan pergi untuk kembali menimba ilmu agama ditempat lain.
Sesudah
itu, Hayati yang dulunya pernah bersumpah kepada Zainuddin bahwa tidak akan
pernah meninggalkannya meski dalam keadaan apapun, bahkan selembar selendang
menjadi buah tangan yang diberikan oleh Hayati kepada Zainuddin atas permintaannya,
akhirnya pada waktu tiba, datanglah dua buah lamaran untuk Hayati, yang pertama
datang dari Zainuddin dan yang kedua datang dari Azis. Sebagaimana adat minang,
yang memusyawarah untuk menghasilkan mufakat, keputusan yang diambil adalah
menolak lamaran Zainuddin karena dianggap tidak berbudaya dan tidak pantas
untuk Hayati dan menerima lamaran Azis, laki laki kaya dan terpandang serta
berketurunan asli minang.
Mendengar
kabar bahwa Hayati akan segera menikah dengan Azis dan menghianati janjinya, ia
putus asa dan mengalami depresi berat, teman sekamarnya Muluk yang melihat
kondisi Zainuddin berbulan bulan seperti itu memberikannya semangat, bahkan
Muluk menawarkan Zainuddin untuk merantau ketanah Jawa, agar bisa berkarir dan
melawan keterpurukan cintanya. Sampai ditanah Jawa, Zainuddin bekerja keras
membuka lembaran baru hidupnya yang terus dan selalu ditemani sahabatnya Muluk.
Sampai pada kemudian ia menjadi penulis terkenal dengan menerbitkan novel
dengan karya termansyur dan diterima oleh seluruh komponen masyarakat, dengan
begitu ia menjadi pria yang sukses dan kaya raya, bahkan mampu membeli rumah
bagai istana luasnya. Sedangkan Hayati, masih berkutik dalam kehidupan yang
sengsara, memiliki suami Azis yang berwatak jahat dan suka memukul, main judi
dan pembohong, bahkan ia kerap kali menyebutkan Hayati sebagai perempuan
kampungan.
Tetapi
suatu peristiwa yang kemudian mempertemukan mereka kembali. Zainuddin yang
berpindah ke Surabaya dengan kehidupan mewah dan megahnya, sedangkan Azis dan
Hayati juga berpindah ke Surabaya dengan alasan pekerjaannya. Suatu acara yang
dibuat oleh Zainuddin di istananya dengan mengundang seluruh perantau keturunan
Sumatera, disanalah Azis mendapatkan undangan tersebut yang kemudian membawa
Hayati ikut serta bersamanya menghadiri undangan tersebut. Pertemuan Zainuddin,
Hayati dan Azis telah dalam kondisi yang berbeda, saat itu suami Hayati mulai
bermasalah dengan perekonomiannya yang kemudian meminta bantuan kepada
Zainuddin, meskipun Azis pernah memperlakukan Zainuddin dengan jahat, Zainuddin
tetap dengan kedermawanannya rela membantu perekonomian Azis yang bahkan sampai
harus tinggal dirumah Zainuddin berbulan bulan.
Setelah
sekian lama Azis dan Hayati menetap dirumah Zainuddin, akhirnya Azis memutuskan
merantau kekota lain untuk mencari pekerjaan, tapi dengan meminta izin bahwa
Hayati untuk tetap diberikan tinggal dirumah Zainudin untuk sementara waktu
sebelum ia mendapatkan pekerjaan. Ternyata kepergian Azis saat itu adalah
pertemuan terakhir kali antara mereka bertiga, kemudian Azis mengirim surat
kepada Zainuddin dan
Hayati, kepada Zainuddin surat tersebut berisikan dengan meminta menjaga Hayati
dan mengembalikan kepadanya, sedangkan surat kepada Hayati berisikan pemutusan
hubungan suami istri atau talak kepada Hayati dan setelah itu Azis memutuskan
bunuh diri.
Berbulan
bulan usai kematian suaminya, Hayati mencoba berbicara kepada Zainuddin tentang
perasaannya, lalu Zainuddin yang sudah lama dalam penderitaan batinnya menolak
untuk kembali menerima Hayati, bahkan ia berujar “jangan mau ditumpang hidup
saya yang tak berketurunan, tanah minangkabau beradat” dan yang lebih perih
ungkapan yang diterima oleh Hayati adalah “Tidak, pantang pisang berbuah dua
kali, lelaki takkan sentuh sisa orang”. Dengan perasaan dan hati yang sakit
keduanya kemudian berpisah, lalu kemudian Hayati berangkat ke Padang dengan
kapal Van Der Wijk, namun sebelum itu Hayati sempat memberikan surat kepada
Zainuddin yang ia titipkan kepada Muluk sebelum berangkat ke Padang. Surat yang
berisikan perasaan Hayati, cintanya yang tak pernah berubah sejak 3 tahun yang
lalu, penyesalan Zainuddin pun akhirnya terlambat, Hayati telah berangkat
dengan kapal yang kemudian menyebabkan kapal tersebut karam.
Belajar Pada Cerita Film Van Der Wijk
Reviewed by Yudi Official
on
September 10, 2016
Rating: