Mendengarkan
pernyataan direktur YARA, pantas rakyat Aceh harus bersikap cemas terhadap
keberlansungan perdamaian di Aceh, melihat jumlah PP yang disahkan oleh
presiden hanya satu dalam waktu 8 tahun. Keseriusan pemerintah pusat dalam
mengimplementasikan otonomi khusus di Aceh juga patut di pertanyakan.
Presiden
RI dibawah kekuasaan Susilo Bambang Yudhoyono akan berakhir pada tahun 2014.
Lalu bagaimana nasib perdamaian Aceh, yang secara public diketahui bahwa
terjadinya perdamaian antara GAM dengan Pemerintah Pusat dibawah kepemimpinan
Susilo Bambang Yudhoyono.
Tentunya
pergantian kekuasaan (Presiden RI) akan berdampak terhadap arah kebijakan
otonomi khusus di Aceh. Jika dibawa kepemimpinan SBY tidak mampu
mengimplementasikan perjanjian damai (Mou Helsinky), lalu bagaimana dibawa
kepemimpinan presiden baru yang akan segera terpilih pada tahun 2014.
Lebih lanjut. Direktur YARA juga menilai Pemerintah Aceh
terlalu lemah dalam memperjuangkan hak-hak kekhususan Aceh. Sebenarnya, banyak
cara yang bisa dilakukan, mulai dari lobi hingga dengan aksi menggugat
Presiden.
Jika Presiden melakukan wanprestasi (ingkar janji) ke
Aceh,maka Aceh berpeluang menggugat Jakarta secara hukum,” kata Safaruddin, Direktur
YARA. Padahal dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), sambung Safaruddin,
sudah jelas disebutkan beberapa aturan lanjutan dari UUPA harus segera
dikeluarkan paling lambat tahun 2008.
“Tetapi kenyataannya sampai sekarang hanya PP tentang partai
lokal saja yang baru keluar,” katanya. YARA juga menilai, pemerintah pusat
telah mempermainkan Pemerintah Aceh dengan mengabaikan hak-hak kekhususan Aceh.
YARA mengkhawatirkan perdamaian Aceh akan gagal nantinya,
jika Jakarta tidak konsisten dengan janjinya. “YARA mendesak Pemerintah Aceh
lebih serius mengurus beberapa regulasi lanjutan UUPA, bila perlu menggugat
pemerintah pusat secara hukum ke Mahkamah Agung (MA), karena telah melakukan
pembohongan publik kepada masyarakat Aceh,”
Jika Pemerintah Aceh tidak siap menggugat Jakarta, maka YARA
siap dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat Aceh. “Apalagi lembaga kita (YARA)
memiliki legal standing (kedudukan hukum) untuk menggugat pemerintah pusat.
Membaca lebih lanjut terhadap apa yang
disampaikan direktur YARA, dalam ketentuan hukum pemerintah Aceh memang sangat
berpeluang menggugat pemerintah pusat sebagaimana dalam isi perjanjian MoU di
Helsinky pada tahun 2005. Dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), disebutkan
beberapa aturan lanjutan dari UUPA harus segera dikeluarkan paling lambat tahun
2008.
Saat
ini yang telah memasuki tahun 2013, artinya pemerintah pusat telah mengingkar
janji kepada rakyat Aceh dalam hal perjanjian MoU Helsinky selama 5 Tahun.
Ingkar janji pemerintah pusat terhadap rakyat Aceh tentunya bukan ini yang
pertama kali dilakukan, namun ingkar janji yang dilakukan oleh pemerintah pusat
terhadap rakyat Aceh telah terjadi berulang ulang kali sejak Republik Indonesia
berdiri Aceh selalu dalam penghianatan pemerintah pusat dimulai dari Presiden
Indonesia pertama yaitu Soekarno.
Lalu apakah kali ini Rakyat Aceh akan lagi lagi tertipu.
Melihat
keseriusan pemerintah pusat terhadap keseriusan dalam mengimplementasikan hasil
perjanjian MoU Helsinky sudah saatnya rakyat Aceh dalam hal ini Pemerintah Aceh
menggugat Pemerintah Pusat.
Perjanjian
MoU Helsinky yang dilakukan oleh GAM dengan Pemerintah pusat tahun 2005
merupakan tanggung jawab Crisis
Manajement Initiatif (CMI) serta
Uni Eropa bertanggung jawab terhadap perdamaian Aceh dalam mengawasi implementasi hasil perjanjian tersebut.
Pemerintah
Aceh sudah saatnya menggandeng pihak CMI serta Uni Eropa dalam menuntut
penyelesaian turunan UUPA. Sebelum penghianatan kesekian kalinya terjadi pada
rakyat Aceh yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat.
Kekhawatiran
rakyat Aceh terhadap penghianatan pemerintah pusat terhadap isi perjanjian MoU
Helsinky tidak lah merupakan sesuatu yang berlebihan. Melihat sepanjang sejarah
penghianatan pemerintah pusat tersebut berulang kali diterima oleh rakyat Aceh,
konflik antara pemerintah Aceh dengan pemerintah pusat dari kehari semakin
memanas disebabkan perbedaan sudut pandang, kemudian disusul dengan segera akan
terjadi pergantian kekuasaan (presiden) yang menyebabkan terjadinya pergantian
arah dan kebijakan.
Strategi
penghianatan pemerintah pusat terhadap terhadap rakyat Aceh saat ini sudah
mulai terasa benih benihnya, salah satu nya adalah pengesahan PP yang baru 1
disahkan oleh presiden, kemudian pernyataan pernyataan tokoh nasional yang
mengatakan Aceh telah melanggar isi perjanjian MoU Helsinky.
Tokoh
Tokoh nasional sangat gentor menyuarakan kritikan terhadap Aceh. Ada yang
menyatakan Aceh berhianat dan sebagainya.
Lalu
siapakah hari ini yang berhianat….???
Mari
kita putar kembali sepanjang sejarah Aceh-Indonesia……!!!!!
Saatnya Aceh Menggugat
Reviewed by Unknown
on
Juli 23, 2013
Rating: