Wacana untuk kembali
diizinnya beroperasi bioskop di Banda Aceh adalah perdebatan panjang yang sudah
berlangsung lama, jika tidak salah, warga Banda Aceh sudah bersuara terkait ini
dari tahun 2012, di Media Sosial warga mengeluh tentang pemerintah yang
melarang kehadiran bioskop di Banda Aceh atas alasan melanggar syariat Islam.
Ini adalah sebuah logika yang terbalik dan dibolak balik. Karena bioskop adalah
fungsinya tempat menyaksikan karya-karya sinema, bukan tempat mesum, seperti
pemikiran dan sikap paranoid yang ditunjukkan oleh beberapa kalangan.
Sekitar tahun 2016, saya pernah menanyakan
kepada Walikota Banda Aceh Illiza Saadudin Djamal melalui akun twitter
pribadinya, saya menanyakan kenapa Bioskop dilarang di Banda Aceh, beliau
memberi jawabannya, “harus diskusi dan persetujuan ulama terlebih dahulu”.
Stigma Bioskop tempat maksiat adalah stigma yang salah kaprah, saya yakin
mayoritas orang-orang yang berargumentasi bioskop tempat maksiat adalah orang
yang belum pernah ke bioskop, sehingga mereka menentang hobi menonton dan
hak-hak orang lain yang membutuhkan adanya bioskop, atau memang isi kepala
mereka melulu soal “selangkangan” sehingga apapun itu akan dikaitkan dengan
perbuatan mesum.
Jika alasan bioskop akan menjadi sarana
untuk bermesum, maka bukan hanya bioskop, tapi pantai, hotel, hutan, mobil dan
banyak lainnya juga jadi sarana bermesum, bagi orang-orang yang memang
mentalnya ingin bermesum, larang juga pemakaian mobil di Aceh karena kerap
digunakan sebagai hotel berjalan, mari kita bekerja sama dengan Arab untuk mengimport
Onta sebagai alternatif transportasi warga Aceh.
Pemerintah, dalam hal ini bukan saja
mengabaikan hak-hak warga, tapi melarang warganya dan juga mengumbah stigma
dari fungsi bioskop itu sendiri, anehnya saat Mantan Walikota Banda Aceh
melarang kembalinya dibuka bioskop di Banda Aceh, ia malah menonton Bioskop di
Jakarta tahun 2016 atas undangan pihak produser film Surga Menanti yang juga
dia menjadi pemeran didalamnya, bahkan ikut pula Ketua DPRK Banda Aceh kala
itu. Mantan Walikota itupun kini juga telah menjadi artis dalam film bioskop,
pada 17 Mei 2018 mendatang film 5PM (film kedua Illiza Saadudin Djamal) itu
akan diputar dibioskop.
Atas larangan hadirnya bioskop di Banda Aceh
bukan saja telah merugikan warga, tapi juga memberikan dampak positif bagi
daerah lain, salah satunya adalah Kota Medan, yang menjadi alternatif paling
dekat bagi Warga Aceh untuk memuaskan hasratnya pada sarana hiburan yang
dilarang di Aceh. Jadilah, setiap akhir pekan dan hari libur Banda Aceh menjadi
sepi, karena Warga Aceh memilih menghabiskan waktu ke luar daerah.
Pada Pilkada 2017 silam, salah satu janji
Calon Walikota Banda Aceh Aminullah Usman adalah akan membuka kembali bioskop
di Banda Aceh, kini setelah ia terpilih muncul kembali wacana membuka bioskop
di Banda Aceh, tapi anehnya sang Walikota itu ingin studi banding terlebih
dahulu ke Arab Saudi, untuk melihat pengelolaan bioskop disana. Wacana tersebut
tentu saja menjadi viral dan menjadi isu nasional, yang menjadi pertanyaan,
“separah itukah stigma negatif warga Aceh terhadap bioskop ?”, sehingga wacana
pembukaan bioskop pun harus dilakukan studi banding jauh kenegeri orang, dalam
hal ini saya yakin, keluarga sang Walikota sudah pernah keluar daerah dan
menonton di bioskop, setidaknya tanyakan terlebih dahulu kepada keluarga,
apakah ada kesan “bioskop tempat mesum”.
Studi banding jauh-jauh ke Arab hanya untuk
melihat bioskop adalah suatu tindakan berlebihan dan menghambur-hamburkan uang
rakyat. Dari pada jauh-jauh kesana hanya untuk menghindari warga berbuat mesum,
lebih baik warganya di didik agar memiliki iman dan aklak yang baik, sehingga
tidak melulu soal “Selangkangan dan Mesum”.
Bioskop; Didesak dan Ditolak
Reviewed by Yudi Official
on
Maret 21, 2018
Rating:
Tidak ada komentar: